"Kegunaan laboratorium PLTSa yang dikembangkan oleh BPPT di Bantargebang itu justru untuk mendapatkan seluruh kajian terkait dengan ramah lingkungan," katanya sebelum mengawali acara Electric Vehicle Focus Group Discussion (FGD) bertema Menyongsong Era Kendaraan Listrik. Siapkah kita? di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan produk akhir yang dihasilkan dalam pembangunan PLTSa tersebut adalah fly ash atau abu terbang dan bottom ash atau abu yang tidak naik, yang diharapkan tidak akan mencemari lingkungan.
Saat ini BPPT, kata dia, bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah melaksanakan pengujian untuk memastikan bahwa zat-zat yang mencemari lingkungan itu tidak ada di dalam proses akhir PLTSa.
Dioksin dan turan yang memang menjadi gas beracun juga harus dipastikan tidak ada di dalam proses akhir di PLTSa.
Tentu saja, hal tersebut, kata dia, membutuhkan waktu dan kajian yang mendalam.
"Oleh karenanya saya sebutkan di sinilah bagaimana kita memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar betul-betul yang dihasilkan oleh kita sendiri, bangsa kita sendiri," katanya.
Hammam menyampaikan pengkajian teknologi PLTSa yang ramah lingkungan itu dalam acara diskusi tentang kesiapan Indonesia dalam menyongsong era kendaraan mobil listrik.
Ia berharap pengembangan kendaraan bermotor listrik itu dapat mendorong pengembangan kendaraan yang juga ramah lingkungan.
Baca juga: Empat daerah siap dirikan pembangkit listrik tenaga sampah tahun ini
Baca juga: DKI Jakarta paling siap untuk proyek PLTSa
Pewarta: Katriana
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019