"Harusnya produk unggulan dari desa tidak hanya dijual di pusat kota terdekat, melainkan ke kota-kota besar utama seperti Balikpapan, Surabaya dan Jakarta," ujar Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kemendes PDTT Samsul Widodo di Tanjung Redeb, Berau, Jumat.
Hal itu dikatakan Samsul saat dialog penutupan Lingkar Belajar Masyarakat (LBM) di Hotel Makmur, Berau. LBM ini diikuti sekitar 500 peserta dari 99 kampung (desa) di Berau yang antara lain pesertanya dari unsur aparatur kampung dan pengurus Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam).
Ia menuturkan masifnya penggunaan telepon pintar harus dipandang tidak hanya sebagai sarana komunikasi, melainkan juga sebagai upaya dalam kemajuan kampung. Apalagi 60 persen masyarakat Indonesia sudah memakai telepon pintar sehingga lebih mudah menjual produk unggulan desa melalui daring.
LBM yang digelar Pemkab Berau bekerja sama dengan pihak terkait, merupakan kegiatan peningkatan kapasitas aparat dan warga kampung se-Kabupaten Berau yang dihelat setiap tahun.
Pada LBM tahun ketiga ini, peserta yang hadir mewakili aparat desa, Tenaga Pendamping Profesional Desa, Lembaga Swadaya Masyarakat, pengurus BUMKam, dan Pendamping dari Yayasan Dharma Bhakti Berau Coal.
Mereka belajar dan berdiskusi tentang berbagai hal, antara lain tentang perhutanan sosial, penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMKam) dan pengelolaan BUMKam selama tiga hari pada 17-19 Juli.
Tahun ini, penyelenggaraan LBM mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Berau, Universitas Gadjah Mada, PT Berau Coal dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara yang berafiliasi dengan The Nature Conservancy.
Dalam kesempatan itu, Samsul bercerita sering mengunjungi desa-desa di seluruh Indoensia. Dalam kunjungannya, ia melihat sudah ada beberapa desa yang memanfaatkan teknologi informasi untuk mempromosikan produk unggulan desa dan menjualnya secara daring.
Semestinya teknologi bisa dimanfaatkan maksimal untuk kesejahteraan masyarakat desa, misalnya untuk memutus rantai pemasaran tangkapan ikan sehingga nelayan mendapatkan harga pantas dari pembeli langsung, bukan melalui tengkulak.
Begitu juga untuk petani, bagaimana teknologi bisa memudahkan pembeli dan produsen bertemu langsung tanpa banyak rantai distribusi. Caranya adalah dengan menjadikan desa digital, desa yang melek pengelolaan informasi dan teknologi.
"Jika ini berjalan, mereka bisa langsung terhubung dengan pembeli produk unggulan desa melalui laman resmi desa atau aplikasi penjualan hasil pertanian, perikanan dan peternakan. Jadi, meski desa lokasinya jauh, sepanjang ada akses internet, mereka bisa mempromosikan produk unggulan masing-masing," kata Samsul. ***1***
Pewarta: M.Ghofar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019