"Ini sebagai suatu sarana untuk menyadarkan masyarakat bahwa sampah plastik yang berada di lautan itu sangat banyak, bahkan seperti monster bahayanya," kata Ketua Harian Pandu Laut Nusantara, Prita Laura, di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan keberadaan sampah laut yang menumpuk di dasar laut cenderung dianggap tidak penting oleh masyarakat. Padahal, keberadaannya merupakan suatu ancaman di kemudian hari.
Saat ini, katanya, masyarakat perlu disadarkan bahwa gaya hidup sehari-hari banyak menghasilkan sampah plastik. Sebagai contoh makan dan minum yang menggunakan plastik sekali pakai.
Senada dengan Prita, Founder Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira mengibaratkan plastik sekali pakai yang digunakan masyarakat seperti sebuah monster.
"Meskipun hanya menyumbang kurang dari 10 persen sampah plastik nasional, namun plastik sekali pakai ternyata berkontribusi terhadap mayoritas polusi di laut," katanya.
Ironisnya, kata dia, plastik merupakan materi kuat yang tahan hingga ratusan tahun tapi malah dirancang untuk dipakai hanya 30 menit saja lalu dibuang.
Penolakan penggunaan plastik sekali pakai tidak hanya melalui media monster laut. Koalisi masyarakat sipil juga akan mengadakan pawai plastik dari Bundaran Hotel Indonesia menuju lapangan Monas pada Minggu (21/7).
Pawai plastik tersebut ditujukan untuk menyerukan komitmen dan meminta ketegasan pemerintah terkait penggunaannya di tengah masyarakat. Apalagi, kata dia, putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan pemerintah daerah berwenang melarang penggunaan plastik sekali pakai.
"Ayo kita serius menindak penggunaan plastik sekali pakai, sekaligus memperbaiki sistem pengelolaan sampah secara keseluruhan," katanya.
Selain itu, ia juga meminta agar korporasi atau industri penghasil plastik memikirkan rancangan plastik sekali pakai agar bisa digunakan secara berkelanjutan.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019