"Kami (sedang) mencari teknologi agar sampah laut tidak perlu dibawa ke darat, tapi diolah menjadi energi listrik," kata Wakil Bupati Kepulauan Seribu, Junaedi, saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Pemerintah setempat mencatat jumlah produksi sampah di Kepulauan Seribu mencapai 40 ton setiap hari. Adapun sebanyak 60 persen dari sampah-sampah itu merupakan limbah plastik kiriman yang terbawa arus gelombang laut.
Junaedi mengungkapkan bahwa penanganan sampah di wilayahnya selama ini hanya sebatas pemungutan dan pemilahan yang dilakukan petugas kebersihan (PPSU) dan bank sampah, selanjutnya sampah itu dibawa ke darat untuk didaur ulang menjadi kompos maupun kerajinan. Dia menilai penanganan tersebut belum maksimal untuk mengatasi semua persoalan limbah plastik di Kepulauan Seribu.
Persoalan sampah yang belum selesai memberi dampak buruk bagi industri pariwisata setempat, seperti kawasan pantai yang kumuh serta banyak kapal pengangkut wisatawan mendadak berhenti di tengah laut karena baling-balingnya terlilit sampah plastik.
"Dengan adanya teknologi pengolahan sampah menjadi energi listrik, maka diharapkan mampu mengatasi persoalan limbah plastik," ujarnya.
Ke depan, lanjut Jaenudin, Pemerintah Kepulauan Seribu akan berkoordinasi dengan beberapa instansi horizontal maupun vertikal yang mengurusi energi dan lingkungan agar dapat mengolah sampah menjadi listrik, termasuk usulan pengadaan kapal pengangkut sampah yang akan ditempatkan di setiap pulau.
Penerapan teknologi pengolahan sampah menjadi listrik juga ditujukan untuk mengatasi persoalan krisis energi di beberapa pulau pribadi dan resort Kepulauan Seribu.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019