namun harus tetap dikaji terkait permasalahan mendasar pada tiap kasus
Peneliti Universitas Brawijaya menyatakan, edukasi kepada masyarakat secara berkelanjutan dinilai sebagai pintu masuk yang cukup efektif dalam mengatasi permasalahan stunting dan gizi buruk khususnya di Indonesia.
Koordinator Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Jurusan S1 Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Intan Yusuf Habibie, mengatakan bahwa edukasi yang diberikan harus benar-benar bisa dipahami dan diterapkan oleh masyarakat guna mengatasi stunting dan gizi buruk.
"Edukasi merupakan salah satu cara dalam mengatasi stunting, dan bisa menjadi titik masuk utama. Namun, harus tetap dikaji terkait permasalahan mendasar pada tiap kasus," kata Yusuf, kepada ANTARA, di Kota Malang, Jawa Timur, Senin.
Menurut Yusuf, langkah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tersebut merupakan upaya intervensi spesifik dan sensitif, yang perlu dilakukan oleh para pemangku kepentingan terkait.
Namun, langkah edukasi itu, harus bisa memberikan perubahan dalam pola pikir dan perilaku kehidupan sehari-hari. Apabila tidak, maka potensi untuk terjadinya kasus stunting dan gizi buruk masih akan terjadi.
Intervensi spesifik, salah satunya bisa dilakukan dengan kerja sama lintas sektoral yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang ada. Sebagai contoh, Kementerian Agama memberikan edukasi kepada calon pengantin terkait persiapan kesehatan dan gizi kehamilan.
Namun, menurut Yusuf, dalam mengatasi persoalan stunting dan gizi buruk yang ada, ada kasus-kasus yang kompleks dan membutuhkan pendampingan. Sebagai salah satu contoh, seorang ibu hamil sudah teredukasi dan mengerti bahwa mengkonsumsi ikan pada saat hamil itu bagus.
Namun, pada kasus tertentu, orang tua memberikan pemahaman bahwa memakan ikan pada saat hamil tidak baik untuk janin yang dikandung, sehingga, ibu hamil tersebut memutuskan untuk tidak mengkonsumsi ikan sama sekali.
"Pada kasus tersebut, yang harus dilakukan adalah dengan memberikan edukasi dan pendampingan, guna memastikan asupan gizi ibu hamil tersebut terpenuhi," kata Yusuf.
Yusuf menambahkan, dalam menangani kasus stunting dan gizi buruk, dua upaya intervensi baik intervensi spesifik dan sensitif tersebut harus dilakukan, karena, dua langkah tersebut saling berkaitan erat.
Intervensi spesifik merupakan langkah intervensi yang berkaitan langsung dengan stunting, yaitu pemantapan program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), dimulai dari Ibu hamil hingga usia di bawah dua tahun.
Sementara intervensi sensitif, adalah intervensi yang tidak berkaitan langsung dengan sasaran stunting, tetapi mempunyai kontribusi keberhasilan mencegah terjadinya stunting dan gizi buruk mencapai 70 persen.
Upaya untuk mencegah terjadinya stunting perlu dimulai sejak masa kehamilan, dengan melakukan pemeriksaan status kesehatan dan status gizi ibu hamil, termasuk pola makan yang baik dan tidak mengalami anemia.
Baca juga: Pakar: stunting bukan karena gen tapi faktor lingkungan
Baca juga: Pakar: Cegah stunting dengan memantau tumbuh kembang
Baca juga: Pakar: cegah "stunting" sejak anak dalam kandungan
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019