KLHK minta Kemendag perjelas detail HS Code

22 Juli 2019 21:03 WIB
KLHK minta Kemendag perjelas detail HS Code
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Rosa Vivien Ratnawati. (Antaranews/Muhammad Zulfikar)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar memperjelas detail dan jenis HS Code untuk mencegah masuknya limbah bahan berbahaya dan beracun.

"Kami minta mereka yang mendetailkannya," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Rosa Vivien Ratnawati, di Jakarta, Senin.

Karena, kata dia, pihak Kemendag lah yang mengetahui kebutuhan apa saja diperlukan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 31 tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun.

Setelah diperjelas, maka tugas dari KLHK adalah mencek atau memastikan limbah yang masuk ke Tanah Air bukan bahan berbahaya dan beracun.

"Nantinya kami akan cek, apakah ini aman dan sebagainya," ujar dia.

Saat ini, lanjut dia, kementerian terkait masih melakukan pembicaraan terkait revisi Permendag nomor 31 tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun.

Meskipun demikian, KLHK tetap berpatokan pada tindakan reekspor yang mengacu pada Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 dan Undang-Undang 18 tahun 2008 secara tegas melarang masuknya sampah dan bahan berbahaya dan beracun.


Terkait regulasi, setiap limbah yang masuk melalui bea cukai akan diperiksa dan kemudian dikoordinasikan bersama KLHK untuk memastikan apakah mengandung sampah atau bahan berbahaya dan beracun.

"Nanti rekomendasinya ke luar dari KLHK untuk di reekspor," katanya.

Sebelumnya Peneliti ICEL Fajri Fadillah mengatakan dua aturan tentang sampah impor yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Permendag Nomor 31/M-DAG/PER/5/2016 tentang Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun sudah cukup kuat untuk mengontrol impor limbah. Namun implementasinya yang masih perlu diawasi.

"Pemerintah perlu mengevaluasi kembali perusahaan yang memiliki izin impor plastik dan paper scrap, apakah sudah sesuai perizinan, dan apakah praktik yang mereka lakukan tidak mencemari lingkungan," kata Fajri.

Indikasi impor sampah plastik ini ditemukan secara nyata di beberapa daerah di Indonesia, seperti Gresik, Jawa Timur. Beberapa bentuk sampah seperti serpihan plastik bercampur kertas yang tidak bisa didaur ulang, yang biasanya digunakan untuk bakar tahu atau bahan bakar lainnya, serta sampah plastik, yang bentuknya beragam berupa jenis botol, sachet, kemasan makanan, personal care, serta produk rumah tangga ditemukan di sana.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019