Sulitnya mencari pendamping Anies

24 Juli 2019 16:38 WIB
Sulitnya mencari pendamping Anies
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat (22/07/2019). ANTARA/Susylo Asmalyah

Dulu, kalau ada rapat di level kementerian masih bisa diwakili oleh wagub

Bulan Agustus ini, genap setahun sudah DKI Jakarta tidak memiliki wakil gubernur (wagub) sejak Sandiaga Salahuddin Uno mengundurkan diri pada 27 Agustus 2018.

Ia resmi maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilihan Presiden 2019.

Hingga kini, tarik-ulur mengenai siapa sosok pendamping Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, masih nyangkut di meja kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

Mengacu jadwal dewan, DPRD DKI Jakarta seharusnya sudah menggelar rapat pimpinan gabungan (Rapimgab) pembahasan draf tata tertib (tatib) pemilihan wagub DKI Jakarta pada akhir Juli ini.

Namun, tiga kali pula rapat tersebut mesti tertunda meski draf tatib telah rampung sejak awal Juli.

Rapat pertama yang dijadwalkan pada Rabu (10/7) mesti tertunda karena ketiadaan banyak fraksi. Rapat kedua dilaksanakan lima hari kemudian pada Senin (15/7), namun berhenti di tengah jalan lantaran anggota dewan tidak memenuhi jumlah syarat kehadiran atau kuorum.

Sedangkan Rapimgab ketiga yang sedianya digelar pada Senin (16/7), lagi-lagi berujung hampa karena sidang hanya dihadiri lima fraksi yakni Fraksi PDI-P, Gerindra, Nasdem, PKS, dan Hanura. Banyak anggota dewan, termasuk pimpinan, tidak hadir.

Alhasil hingga Senin (22/7), warga Jakarta mesti gigit jari karena DPRD DKI Jakarta belum bisa menggelar paripurna untuk memilih sosok pendamping Gubernur Anies.

Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Prasetyo Edi Marsudi, mengatakan, belum menerima surat undangan perihal pembahasan draf tatib pemilihan.

"Ya sejak kemarin pun suratnya belum sampai ke saya. Diselesaikan dahulu lah oleh yang berkepentingan, baru Rapimgab bisa diselenggarakan. Saya nggak ngerti kenapa harus mundur terus. Yang jelas saya belum menerima surat apapun untuk melaksanakan Rapimgab. Kalau sudah ada, pasti terlaksana," kata Prasetyo.

Sementara itu, Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD DKI Jakarta, M. Yuliadi, menjelaskan, salah satu faktor penyebab molornya Rapimgab adalah kesibukan para pimpinan dewan.

"Kami sudah fasilitasi perintah dari panitia khusus (pansus) untuk membuat undangan. Tapi pimpinannya banyak acara, masih sibuk masing-masing. Intinya kami hanya bisa memfasilitasi, sementara perkara jadwal harus melewati rapat dewan dan persetujuan pimpinan. Seharusnya sudah ada kesepakatan dari tim pansus dan para pimpinan soal waktu pelaksanaan," ujar Yuliadi.

Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pemilihan Kepala Daerah, panitia pemilihan cawagub bertugas memilih satu dari dua nama yang diusulkan mengacu tatib pemilihan, yakni Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu yang diusung oleh PKS.

Gubernur Anies juga sudah melayangkan surat bernomor 191/-1, 862, terkait hal Penyampaian Nama Calon Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Sisa Masa Jabatan 2017-2022 yang ditujukan kepada Ketua DPRD DKI Jakarta dan ditandatanganinya dengan tembusan Menteri Dalam Negeri.

Catatan Terburuk
Ketiadaan wagub menjadi kerugian besar bagi warga Jakarta dan meninggalkan catatan buruk untuk sejarah ibu kota.

Analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan, wagub tidak hanya berperan sebagai backup bagi gubernur, tetapi juga memiliki tugas kekhususan dan membawahi beberapa dinas secara langsung.

Syarwi menambahkan, seharusnya DPRD tidak perlu berlama-lama untuk menetapkan wagub dari dua kandidat partai pengusung utama Partai Gerindra dan PKS.

"Tidak ada alasan untuk menolak dua nama cawagub karena keduanya sudah melalui prosedur yang ditetapkan. Jadi tinggal itikad baik dari DPRD saja untuk memilih wagub baru. Jangan malah berbelit-belit dengan cerita pansus, dua calon yang tidak akan diterima dan pengajuan nama cawagub baru," katanya.

Ia mencermati penundaan Rapimgab sebagai bentuk itikad tidak baik dari anggota DPRD DKI Jakarta.

Menurut Syarwi, seharusnya tidak ada pihak-pihak yang melemparkan tanggung jawab bahkan saling menyalahkan dalam proses pemilihan wagub DKI Jakarta.

"Kalau sudah saling lempar tanggung jawab antara pimpinan DPRD dan Sekwan, berarti ada masalah yang mereka belum bisa selesaikan. Siapa yang sebetulnya mencegah pemilihan wagub DKI Jakarta ini? Apakah elite partai? Apakah pimpinan DPRD dan Sekwan? Apakah anggota DPRD DKI Jakarta sendiri?" katanya.

Syarwi juga mempertanyakan logika para anggota dewan yang hingga sebelas bulan belum dapat menentukan wagub yang baru.

Menurutnya, bila Rapimgab tertunda lebih dari tiga kali maka hal tersebut akan menjadi sejarah baru dalam proses pemilihan wagub.

"Bagaimana logikanya, anggota DPRD butuh setahun untuk memilih wagub DKI. Apakah mereka nggak bisa memilih kepala daerah?" Syarwi memungkasi kalimatnya.

Kerepotan
Dalam sebuah kesempatan wawancara, Gubernur Anies mengaku sempat merasa kerepotan saat dirinya tak memiliki pendamping.

Orang nomor satu di Jakarta itu pun berharap proses pemilihan wagub berjalan secepat dan seefektif mungkin demi kebaikan warga ibu kota.

"Bukan repot dalam arti pekerjaan pemerintahan, tetapi kegiatan yang bersifat undangan karena tidak bisa diwakili. Dulu, kalau ada rapat di level kementerian masih bisa diwakili oleh wagub. Tetapi sekarang kesulitan karena kalau yang datang bukan wagub, protokol tidak bisa dapat kursi depan," jelas Anies.

Bila pembahasan pemilihan wagub tetap berlarut-larut dan belum juga beres di Kebon Sirih, maka Gubernur Anies, begitu pula seluruh warga Jakarta, agaknya masih harus panjang sabar tanpa memiliki orang nomor dua di ibu kota.

Pewarta: Adnan Nanda
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019