Juru bicara KKSR, Mursi Nauli di Jambi, Kamis mengatakan, hasil penilaian dan diskusi sepuluh bulan lalu bahwa kelompok ini selalu menggunakan orang rimba atau SAD sebagai tameng dalam melakukan tindak kejahatannya agar perbuatannya tidak dikenakan sanksi atau pelanggaran hukum di Jambi selama ini.
Ia mengatakan, saat ini pada kelompok SMB sudah merebut atau menguasai lahan di beberapa daerah di Provinsi Jambi sehingga memunculkan konflik lahan.
Baca juga: Aparat bongkar bangunan kelompok SMB
Ia memberikan contoh, peristiwa pendudukan lahan oleh mereka di areal kawasan Hutan Desa Belanti Jaya karena dipicu terbitnya penetapan hutan tanaman rakyat (HTR) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seluas 3.1242 ha.
"Masyarakat Desa Mersam, Maro Sebo Ulu dan Muara Tembesi yang tergabung dalam SMB merasa diperlakukan secara tidak adil dan menimbulkan kecemburuan setelah terbitnya SK HTR oleh KLHK," katanya.
Selain itu, kata Musri Nauli, aksi itu juga menimbulkan protes warga lainnya seperti kelompok tani (Gapoktan), perangkat desa serta camat. Mereka menilai pemberian izin HTR tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Baca juga: Korban penipuan kelompok Serikat Mandiri Batanghari melapor ke Polda
"Pemberian izin HTR kepada lima koperasi juga menimbulkan reaksi protes berantai dan berbagai persoalan persoalan lain di lapangan," katanya.
Ia juga menambahkan SMB bersikukuh agar areal itu akan diubah peruntukan menjadi program Trans Swakarsa Mandiri (TSM) tanpa mengindahkan aturan maupun mekanisme dan ketentuan terkait hak pengelolaan atas kawasan hutan.
Oleh karena itu, tegasnya, perlu dilakukan penelusuran mendalam terhadap persoalan ini secara utuh dengan menggali langsung informasi dan data kepada para pihak.
Baca juga: KKB SMB kuasai secara paksa lahan koperasi seluas 3.100 hektare
Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019