"Menurut Pasal 66 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pelindungan Anak, pemanfaatan tubuh anak sebagai media promosi merupakan salah satu bentuk eksploitasi secara ekonomi," kata Ketua Lentera Anak Lisda Sundari melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Lisda mengatakan eksploitasi terjadi karena ada pihak yang mendapatkan keuntungan melalui promosi, yaitu peningkatan kesadaran terhadap merek produk, sementara anak-anak yang menjadi peserta tidak menyadari dan mengikuti audisi semata-mata untuk pengembangan diri sebagai atlet bulutangkis.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Lentera Anak sejak 2015, panitia penyelenggara audisi mengharuskan anak-anak peserta mengenakan kaos bertuliskan merek rokok.
"Anak-anak terlihat seperti iklan berjalan dan memborbardir mereka dengan citra merek rokok di seluruh tempat selama kegiatan berlangsung," tuturnya.
Selain melanggar Undang-Undang Pelindungan Anak, Lisda menilai audisi tersebut juga telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Pasal 47 Ayat (1) Peraturan tersebut melarang pengikutsertaan anak-anak pada penyelenggaraan kegiatan yang disponsori rokok, sedangkan Pasal 37 huruf (a) melarang penggunaan nama merek dagang dan logo produk tembakau.
Menurut Lisda, sudah seharusnya audisi bulutangkis menggunakan sponsor dan untuk mempromosikan rokok, apalagi bila melibatkan anak-anak dihentikan.
"Federasi Bulutangkis Dunia (WBF) sudah melarang sponsor rokok pada acara bulutangkis sejak 2014," jelasnya.
Karena larangan itu, perusahaan rokok yang sama tidak lagi mensponsori sebuah turnamen bulutangkis, tetapi digantikan sponsor lain yang masih memiliki afiliasi dengan perusahaan rokok tersebut. (TZ.D018)
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019