PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) optimistis terhadap prospek perekonomian Indonesia semester II/2019 positif, karena terlihat dari menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ke level Rp13.900 dan turunnya yield obligasi bertenor 10 tahun ke level 7,0 persen dari 7,80 persen.Kami juga melihat bahwa penguatan rupiah yang terlalu cepat berpotensi menyebabkan harga aset rupiah akan menjadi terlalu cepat mahal
Chief Economist CIMB Niaga, Adrian Panggabean kepada wartawan di Surabaya, Jumat mengatakan prospek positif tersebut juga harus dibarengi dengan kewaspadaan dan memperhatikan tantangan-tantangan yang ada.
"Kondisi tersebut merupakan kontribusi dari net foreign inflow di pasar modal yang sangat besar pada semester I/2019, mencapai sekitar Rp160 triliun. Hal ini juga didukung faktor lainnya seperti dolar AS yang relatif soft dibanding bulan lalu serta kurs mata uang Tiongkok (CNY) yang tidak banyak terdepresiasi terhadap dolar AS," kata Adrian dalam acara Diskusi Bersama CIMB Niaga.
Adrian juga melihat penguatan rupiah dan turunnya yield obligasi bertenor 10 tahun terjadi karena ekspektasi para pelaku ekonomi terhadap kebijakan terbaru Bank Indonesia (BI).
Seperti diketahui pada 18 Juli 2019, BI menurunkan suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) sebesar 25 bps dari 6,00 persen menjadi 5,75 persen.
"Kami memperkirakan yield obligasi 10 tahun berpotensi turun ke kisaran 6,70-6,90 persen, sebagai konsekuensi dari relatif rendahnya persepsi risiko obligasi Indonesia, suku bunga sertifikat deposito Bank Indonesia 12 bulan di 6,25 persen, serta imbal hasil US-Treasury 10-tahun di kisaran 2,0 persen," katanya.
Meski demikian, kata dia, prospek positif dari aset keuangan domestik juga bisa tertahan akibat defisit transaksi berjalan yang masih relatif besar.
Hingga semester I/2019 defisit transaksi berjalan mencapai kisaran 2,6 persen - 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Berdasarkan kondisi itu, Adrian menilai, penguatan rupiah yang terjadi belakangan ini akan terbatas. Hal itu akan terjadi jika indeks dollar AS terus melemah di semester II/2019. Ekspektasi ini mulai muncul di pasar keuangan dengan mengacu pada pergerakan harga emas yang terus menguat.
"Kami juga melihat bahwa penguatan rupiah yang terlalu cepat berpotensi menyebabkan harga aset rupiah akan menjadi terlalu cepat mahal," katanya.
Baca juga: Ekonomi global melambat, pasar saham Indonesia dinilai masih menarik
Baca juga: Legislator: Ekonomi Indonesia positif di tengah ketidakpastian global
Baca juga: Ekonom katakan kenaikan bunga acuan tekan pertumbuhan ekonomi
Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019