"Kita nanti tantang calon rektor luar negerinya. Kamu bisa tidak tingkatkan ranking perguruan tinggi ini menjadi 200 besar dunia. Setelah itu tercapai, berikutnya 150 besar dunia. Setelah ini 100 besar dunia," kata Nasir dalam keterangan pers yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pihaknya harus memberi tantangan seperti itu. "Kita tidak bisa targetnya item per item. Bisa tidak mencapai target itu? Nanti (dia harus meningkatkan) publikasinya, mendatangkan dosen asing, mendatangkan mahasiswa asing, bahkan mahasiswa Indonesia bisa kirim ke luar negeri," katanya.
Pemerintah menargetkan pada 2020, sudah ada PTN di Tanah Air yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri, dan pada 2024, jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi lima perguruan tinggi.
"Kita baru 'mapping'-kan (petakan). Mana yang paling siap, mana yang belum dan mana perguruan tinggi yang kita targetkan (rektornya) dari asing. Kalau banyaknya, dua sampai lima (perguruan tinggi dengan rektor luar negeri) sampai 2024. Tahun 2020 harus kita mulai," ujarnya.
Menteri Nasir memastikan bahwa pemerintah akan menyediakan langsung pendanaan untuk gaji rektor luar negeri tanpa mengurangi anggaran perguruan tinggi negeri tersebut.
Dia mengakui saat ini ada beberapa perbaikan peraturan yang diperlukan untuk dapat mengundang rektor luar negeri untuk dapat memimpin perguruan tinggi di Indonesia dan dosen luar negeri untuk dapat mengajar, meneliti, dan berkolaborasi di Indonesia.
"Saya laporkan kepada Bapak Presiden, ini ada regulasi yang perlu ditata ulang. Mulai dari peraturan pemerintahnya. Peraturan menteri kan mengikuti peraturan pemerintah. Nanti kalau peraturan pemerintahnya sudah diubah, peraturan menteri akan mengikuti dengan sendirinya," tuturnya.
Nasir memperkirakan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) sudah layak dipimpin rektor terbaik dari luar negeri dan layak berkolaborasi atau mengundang dosen luar negeri untuk mengajar dan meneliti, mengingat PTNBH memiliki ranking tertinggi di antara perguruan tinggi lain di Indonensia.
Namun, dia juga masih menunggu hasil kajian tim Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, di mana memungkinkan PTN Badan Layanan Umum (PTN BLU) atau PTN Satuan Kerja (PTN Satker) dipimpin oleh rektor luar negeri dan ditempati dosen luar negeri.
Pihak kementerian saat ini sedang membahas kriteria yang diperlukan agar perguruan tinggi negeri yang dipimpin rektor asing mampu mencapai 100 besar dunia.
"Saya sudah laporkan kepada Bapak Presiden perihal wacana untuk merekrut rektor asing ini. Tentu yang punya reputasi. Kalau yang tidak punya reputasi, jangan. Tidak mesti orang asing itu baik, belum tentu. Nanti kita cari," tutur Nasir.
Menurut Nasir, praktik rektor asing memimpin perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi publik di suatu negara sudah biasa dilakukan di luar negeri, terutama di negara-negara Eropa, bahkan Singapura.
Dia mencontohkan Nanyang Technological University (NTU) yang baru didirikan pada 1981 kini sudah masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun.
"Saya ambil contoh Nanyang Technological University. NTU itu berdiri tahun 1981. Mereka di dalam pengembangan, saya pada saat itu diskusi dengan menteri dari Singapura, apa sejarahnya sehingga berhasil. Ternyata mereka mengundang rektor dari Amerika dan dosen-dosen beberapa besar. Mereka dari berdiri belum dikenal. Sekarang bisa masuk 50 besar dunia," ujarnya.
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2019