Tidak ada mobil atau motor yang melintas di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Jalan Sudirman pada Minggu pagi. Sebagai gantinya, orang-orang tumpah ruah duduk-duduk, berjalan kaki, lari santai, atau berkendara sepeda.
Situasi di Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau yang lebih mudah disebut CFD dari singkatan car free day semacam ini berlangsung tiap akhir pekan.
Orang-orang yang sedang libur bekerja, biasanya membawa serta keluarga untuk berolahraga, sekadar jalan, ataupun jajan.
Tumini, misalnya. Warga asal Cengkareng, Jakarta Barat, itu menjadikan kegiatan jalan pagi di CFD Jakarta sebagai rutinitas mingguan. Dia mengajak suami, anak, serta cucunya untuk jalan santai dari kawasan Semanggi sampai Monas.
“Kalau tempat yang lain kan harus pakai biaya, kalau di sini kan gratis, sekalian olahraga,” kata Tumini ketika istirahat dan menyantap bekal di sekitar Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Baca juga: Berjalan kaki dan bersepeda Menteri Susi sapa warga di CFD
Rita, pengunjung asal Cirendeu, Jakarta Selatan, juga punya kesan yang serupa. Menurutnya, CFD Jakarta ideal untuk menghabiskan waktu pagi di akhir pekan, terlebih dia datang bersama dengan anak dan cucunya.
“Di Jakarta ini butuh waktu dan tempat tersendiri untuk bermain, nah di car free day ini adalah salah satu tempat kita merasa bebas untuk berjalan,” kata Rita.
Sementara Tumini dan juga Rita rehat sejenak, ribuan orang lain di sana melakukan macam-macam aktivitas. Riuh, tentu saja jadi tak terhindarkan.
Di titik Bundaran HI, arus utama orang-orang yang berjalan atau bersepeda, bersinggungan langsung dengan bus TransJakarta yang hanya bisa melaju pelan.
Tidak lagi perlu klakson, hanya sesekali petugas berkaus oranye siaga berteriak, “tolong kasih jalan busway,” atau, “hati-hati busway,” kepada mereka yang tidak sadar ada bus berjalan di belakang.
Namun dengan keriuhan itu, baik Tumini maupun Rita serta anggota keluarga masing-masing, dan barangkali sebagian besar orang di sana merasa biasa saja, tidak tampak terganggu.
“Saya sih happy saja, justru untuk hiburan,” tambah Tumini disusul tawa kecil.
Sedangkan Rita berucap, “Dengan keramaian segitu banyak, alhamdulillah hitungannya masih tertib.”
Terbukti Rita tidak kapok, dalam sebulan terakhir ini dia mengaku tiap minggu mendatangi CFD.
Anak hilang
Lumrah dengan keriuhan tak juga berarti tanpa persoalan.
Menjelang agak siang sekira pukul delapan, riuh karena banyak orang lalu lalang, ditambah pula dengan bunyi nyaring pengumuman dari pengeras suara di depan pos polisi Bundaran HI.
Kalimat pengumuman tak jauh-jauh dari soal ‘anak hilang’ dan ‘ditunggu keluarga’ semisal:
“Nabila langsung ke pospol HI, ditunggu Bapaknya di pospol HI,” bergantian dan berulang dengan, “sekali lagi panggilan kepada Ibu Mardiana dari Lampung ditunggu keluarga di pospol HI.”
Kepala Seksi Pendidikan Masyarakat Subdit Keamanan dan Keselamatan Ditlantas Polda Metro Jaya Enny Setyowati menyebut bahwa dalam setiap gelaran CFD, rata-rata ada 5 kasus laporan anak hilang atau anggota keluarga terpisah.
Contohnya pada CFD minggu lalu, tercatat ada empat laporan kehilangan anak-anak dan tiga laporan remaja-dewasa.
“Biasanya anak-anak umur enam, tujuh tahun, sampai 14 tahun,” kata Enny.
Kebanyakan kasus terjadi, misalnya, karena ada keramaian pawai yang ditonton sementara orang tua lupa dengan anaknya sehingga terlepas dari pengawasan kemudian terpisah.
Untuk itu, keamanan disiagakan secara tersebar mulai dari Patung Kuda sampai Patung Senayan. Petugasnya merupakan tim gabungan dari TNI-Polri dan 16 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti Satpol PP dan UKM.
“Makanya kalau ada anak hilang cepat ketemu karena kalau ada laporan saya foto lalu saya sebar ke tim, siapa pun yang menemukan, bilang dan antar ke sini,” kata Enny.
Menurut Enny, selama ini laporan yang masuk selalu bisa selesai dalam artian anak yang dilaporkan hilang bisa kembali bertemu dengan keluarganya. Pun jika belum bisa bertemu hingga masa CFD selesai sekitar pukul 11 siang, maka tim akan melakukan tindak lanjut.
“Kalau memang tidak ketemu dengan orang tuanya, kami antar ke rumah,” tambah dia.
Menanggapi hal ini, Enny mengimbau para orang tua untuk memberi pengawasan ekstra dan selalu memegang anaknya. Terlebih, diperkirakan ada sekitar sepuluh ribu orang sepanjang jalan CFD. Di Bundaran HI sendiri, diperkirakan terkonsentrasi sekitar lima ribu orang.
Sebagai orang tua, Tumini dan Rita juga sepakat dengan imbauan demikian.
“Cucu saya ini kalau dilepas pegangan tangannya langsung lari, jadi harus diawasi terus, kerja sama dengan ibu dan kakeknya,” ujar Tumini.
Baca juga: CFD Jakarta, panggung semua kesenian
Sementara bagi Rita, orang tua memang semestinya paham kondisi berada di tempat umum yang padat orang, sehingga tidak begitu saja menyerahkan keamanan anak ke pihak kepolisian yang berjaga.
“Namanya juga kita ajak anak kecil, meskipun kita sendiri ingin jalan-jalan tentu tidak bisa bebas seperti jalan sendiri,” kata Rita.
Idealnya, CFD memang menjadi arena rehat dari penat pekerjaan Senin hingga Jumat serta lalu lalang kendaraan bermotor roda dua atau empat.
Adapun riuh yang timbul akibat orang tumpah ruah bisa dianggap sebagai hal yang lumrah. Setidaknya, hal itu menggambarkan bagaimana CFD Jakarta saat ini: rehat murah tapi meriah.
Pewarta: Suwanti
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019