• Beranda
  • Berita
  • Kementerian PPPA temukan diskriminasi dalam kasus dokter disabilitas

Kementerian PPPA temukan diskriminasi dalam kasus dokter disabilitas

28 Juli 2019 15:46 WIB
Kementerian PPPA temukan diskriminasi dalam kasus dokter disabilitas
Asisten Deputi Perlindungan Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nyimas Alia (tengah) bersama Ketua Advokasi Perlindungan Cacat Indonesia Heppy Sebayang (kanan) bertemu dengan drg Romi Syofpa Ismail (kiri) di Padang, Ahad (28/7/2019). (Antara Sumbar/Ikhwan Wahyudi)
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menemukan ada diskriminasi dalam kasus dokter gigi disabilitas di Solok Selatan, Sumatera Barat yang dibatalkan kelulusannya sebagai calon pegawai negeri sipil oleh pemerintah setempat.

"Akan tetapi kami mendorong dilakukan upaya persuasif dan penyelesaian di luar hukum untuk menyelesaikan kasus ini," kata Asisten Deputi Perlindungan Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nyimas Alia di Padang, Minggu.

Menurut dia masih banyak masyarakat yang belum paham tentang keberadaan disabilitas sehingga ia berharap perlu dilakukan edukasi dan pemahaman kepada publik.

"Masyarakat masih memandang disabilitas itu orang yang sakit, tidak mampu, padahal fakta di lapangan banyak diantara mereka yang sukses berkarir dan berkarya," kata dia.

Ia menyampaikan pihak kementerian bersama pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta BKN akan rapat bersama membahas status drg Romi pada Senin 29 Juli 2019 di Jakarta.
Baca juga: Dari kursi roda drg Romi melanjutkan perjuangan menjadi pegawai negeri

Sementara Ketua Advokasi Perlindungan Cacat Indonesia Heppy Sebayang menyampaikan menilai terjadinya kasus drg Romi karena adanya ketidakpahaman tentang disabilitas.

Pada pemilu 2019 malah ada 35 caleg disabilitas dan bisa menjadi peserta pemilu karena pemangku kepentingan terkait memahami hal ini, kata dia.

"Artinya lanjut dia penafsiran soal sehat jasmani dan rohani jangan sampai menghilangkan hak-hak penyandang disabilitas," lanjut dia.

Sebelumnya drg Romi Syofpa Ismail dianulir kelulusannya sebagai CPNS di Solok Selatan dengan alasan mengalami kendala kesehatan karena usai melahirkan pada 2016 mengalami lemah di kedua tungkai kaki yang mengharuskannya beraktivitas dengan kursi roda.

Lewat pengumuman yang dikeluarkan Bupati Solok Selatan nomor 800/62/III/BKPSDM-2019 tertanggal 18 Maret 2019, disebutkan sebanyak dua orang peserta seleksi CPNS 2018 di Solok Selatan, dibatalkan hasil seleksi dan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan pada formasi umum CPNS 2018.

Sementara Ketua Ketua Panitia Seleksi Daerah CPNS Solok Selatan 2018 Yulian Efi menyampaikan proses pembatalan kelulusan drg Romi sudah melalui berbagai tahapan dan mekanisme sesuai peraturan dan perundang-undangan, serta konsultasi kepada pihak-pihak terkait.

"Yang bersangkutan diputuskan batal kelulusannya karena tidak memenuhi persyaratan umum pada formasi umum penerimaan CPNS 2018 yaitu sehat jasmani dan rohani sesusia dengan jabatan yang dilamar, kata dia.

Yulian menyampaikan pembatalan ini juga sesuai dengan Surat Kepala Badan PPSDM Kementrian Kesehatan Nomor : KP-01-02/I/0658/2019 tanggal 25 Februari 2019.

Ia juga membantah pandangan yang menyatakan pembatalan kelulusan Drg Romi dikarenakan kekeliruan Pemkab Solsel dalam memahami Formasi Umum dan Formasi Khusus.

Siapa saja bisa untuk mengikuti tes CPNS melalui formasi umum, namun tentu setelah melalui tahapan-tahapan tes dan persyaratan yang harus dipenuhi, katanya.

Pada sisi lain Pemkab Solok Selatan sangat mendukung keberadaan Disabilitas, sekaligus membantah pemberitaan yang menyebutkan bahwa Pemkab Solok Selatan Anti Disabilitas.
Baca juga: Kementerian PPPA advokasi kasus dokter gigi disabilitas di Sumbar
Baca juga: Pemkab: Kemenpan RB nilai pembatalan kelulusan Romi sesuai aturan


Bahkan untuk formasi CPNS 2018, Pemkab Solok Selatan membuka tiga formasi untuk penyandang disabilitas, melebihi batas minimal sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku, katanya.


 

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019