Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna meminta prajurit TNI AU untuk terus membangun prestasi dan karakter kejuangan karena tugas ke depan tidak ringan.Kita tidak boleh lengah dan abai, karena tugas TNI AU semakin tidak ringan. Kita harus berhadapan dengan kemajuan teknologi di era Revolusi Industri 4.0 yang dipenuhi sistem siber-fisik dan ancaman hibrida yang siap menghancurkan bangsa Indonesia den
"Kita tidak boleh lengah dan abai, karena tugas TNI AU semakin tidak ringan. Kita harus berhadapan dengan kemajuan teknologi di era Revolusi Industri 4.0 yang dipenuhi sistem siber-fisik dan ancaman hibrida yang siap menghancurkan bangsa Indonesia dengan berbagai cara," kata Yuyu di Yogyakarta, Senin.
Pada upacara peringatan Hari Bakti TNI AU Tahun 2019 di Lapangan Dirgantara Akademi Angkatan Udara (AAU), Yuyu mengatakan dalam rangka menghadapi situasi itu, pembangunan kualitas sumberdaya manusia (SDM) harus menjadi prioritas utama.
Menurut dia, spirit Hari Bakti TNI AU harus dimanifestasikan dalam proses pembangunan postur kekuatan dan kemampuan TNI AU yang profesional dan modern.
"Momen Hari Bakti TNI AU Tahun 2019 adalah saat tepat untuk membangun komitmen, bahwa TNI AU mampu mencetak kader-kader prajurit yang berkarakter sama hebatnya dengan para aktor sejarah Hari Bakti TNI AU," ujarnya.
Ia mengatakan peringatan Hari Bakti TNI AU Tahun 2019 bertema "Bakti Pahlawan Udara Menjadi Tonggak Sejarah, Bakti Generasi Penerus Membangun Kejayaan Angkatan Udara".
"Tema itu sengaja dipilih agar peristiwa heroik yang diperingati setiap tanggal 29 Juli, tidak sekadar menjadi nostalgia sejarah semata, namun terus menjadi kompas moral bagi generasi penerus untuk memberikan pengabdian yang terbaik kepada TNI AU," tambahnya.
Menurut dia, sejarah Hari Bakti juga merupakan jawaban paling fundamental dan rasional ketika bangsa Indonesia bertanya mengapa negara harus bersusah payah untuk membangun kejayaan TNI AU.
"Hari Berkabung AURI, yang sejak 1962 kita peringati sebagai Hari Bakti TNI AU, adalah rangkaian peristiwa yang terjadi ketika tiga pesawat TNI AU mengudara dari landasan pacu Lanud Maguwo dan menyerang garis pertahanan Belanda di tiga kota, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa," tutur Yuyu.
Ketiga pesawat tersebut diawaki oleh kadet penerbang Mulyono dengan juru tembak Dulrachman, kadet penerbang Sutardjo Sigit dengan juru tembak Sutardjo, dan kadet penerbang Suharnoko Harbani dengan juru tembak Kaput. Serangan ini menjadi monumental karena menjadi operasi serangan udara pertama dalam sejarah TNI AU.
Serangan itu, menurut dia, menjadi bukti jiwa patriotisme, cinta Tanah Air, dan sikap antikolonialisme dari seluruh personel Angkatan Udara atas agresi militer Belanda yang pertama. Beberapa jam pascaserangan tersebut, Belanda ternyata melancarkan serangan balasan dengan mengirim dua pesawat P-40 Kitty Hawk untuk menembak jatuh pesawat Dakota VT-CLA yang sedang membawa bantuan kemanusiaan dari Palang Merah Malaya.
Delapan orang gugur, termasuk tiga putra terbaik Angkatan Udara, yaitu Komodor Udara Prof Dr Abdulrahman Saleh, Komodor Udara Agustinus Adisutjipto, dan Opsir Muda Udara Adi Soemarmo Wiryokusumo pada 29 Juli 1947. Serangan tiga kota dan gugurnya para pahlawan udara itu adalah sebuah kemenangan sekaligus kehilangan besar bagi TNI AU.
"Kedua peristiwa tersebut selalu diperingati, karena banyak nilai-nilai moralitas yang wajib diketahui dan diteladani oleh generasi penerus TNI AU. Para pahlawan Hari Bakti gugur untuk menancapkan tonggak sejarah, maka tugas generasi penerus adalah merawat dan mengembangkan moralitas tersebut dalam pengabdian di masa depan," kata Yuyu.
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019