• Beranda
  • Berita
  • BPJS Kesehatan harap kenaikan iuran disesuaikan dengan nilai saat ini

BPJS Kesehatan harap kenaikan iuran disesuaikan dengan nilai saat ini

31 Juli 2019 21:05 WIB
BPJS Kesehatan harap kenaikan iuran disesuaikan dengan nilai saat ini
Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (31/7/2019). (ANTARA/Aditya Ramadhan)

iuran jadi pangkal masalah terbesar soal defisit

Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan lembaga asuransi sosial tersebut berharap rencana kenaikan iuran bisa ditetapkan dengan nilai aktuaria yang sesuai dengan kondisi saat ini.

Iqbal mengatakan di Jakarta, Rabu, BPJS Kesehatan berharap rencana kenaikan iuran bisa diimplementasikan sesegera mungkin guna keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.

"Iuran jadi pangkal masalah terbesar soal defisit. Kalau tidak diselesaikan, apa negara terus suntikan dana? Program ini bisa establish sendiri dengan dasar kontribusi iuran," kata dia.

Namun Iqbal berharap kenaikan iuran bisa disesuaikan dengan kondisi finansial masyarakat dan keuangan negara.

Iqbal menjelaskan wacana kenaikan iuran pernah dilakukan pembahasan nilai aktuaria BPJS Kesehatan pada 2016. Pada tahun tersebut, nilai aktuaria iuran untuk peserta kelas tiga ditetapkan sebesar Rp36 ribu dari besaran iuran saat itu dan masih tetap hingga saat ini sebesar Rp23 ribu.

"Contoh PBI hitungan aktuaria di 2016 tampak iuran Rp23 ribu jadi Rp36 ribu. Sektor pekerja mandiri kelas tiga dan dua masih hitungan 2016. Tentu perlu diterapkan iuran sesuai kondisi kekinian," kata Iqbal.

Iqbal menekankan dengan dinaikkannya iuran peserta BPJS Kesehatan tidak serta merta membuat lembaga yang dulunya bernama Askes tersebut dapat menutup defisit yang ada. Akan tetapi perlu perbaikan sistem dan kerja sama semua pihak untuk dapat patuh pada regulasi yang ada.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terhadap laporan keuangan BPJS Kesehatan tahun anggaran 2018 menemukan sejumlah inefisiensi pembiayaan di beberapa sektor.

Beberapa di antaranya inefisiensi pembiayaan kelas rumah sakit yang tidak sesuai dengan tingkatannya, sistem rujukan pasien ke rumah sakit yang sebenarnya bisa diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), dan termasuk tingkat kolektibilitas BPJS Kesehatan sendiri yang perlu ditingkatkan.

Baca juga: Kemenkeu pilih optimalkan dana kapitasi atasi defisit BPJS Kesehatan
Baca juga: YLKI nilai penonaktifan 5,2 juta PBI JKN minim sosialisasi
Baca juga: Komisi IX DPR akan kirim rekomendasi soal BPJS ke presiden

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019