"TNI tidak boleh terlibat dalam penegakan hukum, karena ditugaskan untuk perang," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan perlu dasar regulatif untuk mengatur keterlibatan tentara dalam membantu pemberantasan jenis-jenis tindak pidana tertentu.
Baca juga: Keberadaan Koopsus tidak kurangi peran Densus 88 berantas terorisme
Baca juga: Mengenal Koopsus, pasukan elit baru TNI
Baca juga: Berita politik kemarin, pindahan ibu kota hingga Koopsus TNI
Karena itu menurut dia, tidak boleh atas dasar kreatifitas dari Panglima TNI maupun eksekutif sehingga perlu dasar regulasi agar memberikan kepastian kepada hukum itu sendiri.
"Saya dengar banyak juga para pejabat TNI dan juga mantan prajurit yang tidak terlalu 'update' dengan isu ini," ujarnya.
Dia menilai pembentukan Koopssus TNI cenderung mendadak karena di era Gatot Nurmantyo tidak pernah mendengar rencana tersebut namun saat ini tiba-tiba sudah terbentuk.
Dia mempertanyakan apakah pembentukan Koopssus TNI tersebut mau seperti zaman dahulu yaitu ada penugasan anti-teror kepada TNI.
"Ya silahkan saja dicek asal tidak melanggar UU kita lihat saja, namun harus hati-hati karena TNI tidak boleh terlibat dalam penegakan hukum," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangi Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 10 Tahun 2010 tentang Sususan Organisasi Tentara Nasional Indonesia. Perpres tersebut ditandatangani dan mulai berlaku sejak 3 Juli 2019.
Perpres ini merupakan dasar perubahan susunan Markas Besar TNI dan pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI yang berasal dari matra darat, laut, dan udara.
Dalam Perpres itu, Koopssus TNI bertugas untuk menyelenggarakan operasi khusus dan memberikan dukungan dalam operasi khusus yang membutuhkan kecepatan dan keberhasilan tinggi.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019