Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mendukung adanya regulasi tata kelola identitas perangkat seluler internasional (international mobile equipment identity/IMEI) untuk menghindari kerugian negara sekaligus perlindungan konsumen.Potensi kerugian negara dari hilangnya pendapatan 10 persen PPN dan 2,5 persen PPh adalah sekitar Rp2,8 triliun setahun
"ATSI mendukung regulasi itu, operator seluler siap memberikan seluruh data IMEI yang aktif di jaringan untuk mendukung negara terhindar dari kerugian sekaligus melindungi konsumen," kata perwakilan ATSI Merza Fachys dalam seminar yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF) di Jakarta, Jumat.
Melalui regulasi IMEI itu, lanjut dia, pemerintah juga harus tetap meningkatkan pengendalian dan pengawasan impor perdagangan serta industri perangkat telekomunikasi seluler.
Ia menyarankan penetapan regulasi tata kelola IMEI nanti dimulai dengan perangkat seluler baru dan memberikan amnesti kepada semua perangkat seluler eksisting.
"Selanjutnya, operator seluler mendukung layanan blocking layanan atas IMEI yang dinyatakan masuk dalam hitam atau blacklist oleh pemerintah, operator seluler bukan pihak yang menentukan blacklist atau bukan," ucapnya.
Ia menambahkan regulasi tata kelola IMEI juga harus pro pelanggan, tidak menyebabkan bad journey bagi pelanggan dan bersifat preventif bukan corrective, sehingga tidak ada blocking setelah pengguna menikmati layanan.
Menteri Komunikasi dan lnformatika Rudiantara mengatakan pihaknya bersama Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan akan mengeluarkan peraturan menteri (permen) berkaitan dengan validasi IMEI pada pertengahan Agustus ini guna menekan peredaran seluler pasar gelap (black market/BM).
"Permen tiga kementerian itu merupakan bentuk untuk merdeka dari ponsel BM. Peraturan itu efektif paling lama enam bulan setelah ditandatangani," ujarnya.
Ia mengatakan permen tiga menteri tersebut sedianya akan ditandatangani pertengahan Agustus ini, bertepatan dengan HUT RI Ke-74 sebagai wujud negara ini merdeka dari ponsel BM.
Berdasarkan catatan, populasi Indonesia yang mencapai 264 juta penduduk, sekitar 150 juta penduduknya sudah menggunakan ponsel.
Menurut data APSI (Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia) dari total sebanyak itu, setiap tahunnya ada 45 juta ponsel pintar (smartphone) baru.
Dari total ponsel baru itu, sekitar 20-30 persen merupakan ponsel BM. Artinya, bila harga per unitnya sebuah smartphone dengan kisaran harga Rp2,2 juta, nilai ponsel baru yang beredar mencapai Rp22,5 triliun per tahun.
Dari nilai itu, ponsel BM tidak membayar pajak sehingga potensi kerugian negara dari hilangnya pendapatan 10 persen PPN dan 2,5 persen PPh adalah sekitar Rp2,8 triliun setahun.
Baca juga: YLKI: ponsel ilegal tidak punya jaminan perlindungan konsumen
Baca juga: 3 menteri segera keluarkan aturan validasi IMEI, cegah hp pasar gelap
Baca juga: Agustus registrasi kartu prabayar harus identitas asli
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019