• Beranda
  • Berita
  • Praktisi : kesadaran perlindungan data pribadi masih rendah

Praktisi : kesadaran perlindungan data pribadi masih rendah

2 Agustus 2019 20:47 WIB
Praktisi : kesadaran perlindungan data pribadi masih rendah
Jenny Silvia Sari, pengacara publik LBH Jakarta yang juga anggota Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi. (ANTARA/Laily Rahmawaty)
Kesadaran masyarakat untuk melindungi data pribadi masih rendah, seseorang dengan mudah memberikan data pribadinya kepada pihak lainya yang seharusnya dilindungi, demikian dikatakan Pengacara Publik dari LBH Jakarta Jenny Silvia Sari.

"Oleh karena itu penting untuk mengedukasi masyarakat betapa pentingnya melindungi data pribadi sehingga tidak semudah itu memberikan data pribadinya," kata Jenny di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan perlindungan data pribadi bagian dari hak asasi manusia yang harus dijaga dan dihormati.

Menurut dia, dalam sudut pandang hak asasi salah satunya hak atas privasi terdapat hak atas data pribadi.

Dengan perspektif ini lanjut Jenny, seorang sebagai data objek memilih hak untuk menolak datanya pribadinya diminta oleh pihak lai, seperti ketika memasuki gedung yang mengharuskan orang tersebut meninggalkan KTP nya.

Tindakan tersebut tidak benar dan tidak boleh dibenarkan, lanjut dia. Seseorang sebagai data objek tidak tau jika data pribadinya digunakan untuk apa, bisa saja diduplikasi atau digandakan untuk kepentingan yang merugikan.

"Terkait hal-hal lain, misal masuk gedung harus kasih KTP bahkan masuk pengadilan juga harus kasih KTP, kalau bisa tolak ya tolak, karena kita punya hak di situ," kata Jenny yang juga tergabung dalam anggota Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi.

Berbeda dengan kondisi lain seperti penggunaan data pribadi untuk pembukaan rekening bank, pinjaman di bank, atau kesehatan dan sebagainya. Menurut Jenny hal ini disebut dengan penyalahgunaan keadaan.

"Kondisi ini kita sebut penyalahgunaan keadaan dan itu melanggar hukum," kata Jenny yang juga salah satu anggota Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi.

Koalisi Advokasi menggelar konferensi pers untuk mendesak pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi agar masyarakat sebagai objek data bisa terlindungi haknya.

Koalisi Advokasi Perlindungan Data beranggotakan sejumlah lembaga advokasi seperti Elsam, LBH Pers, ICT Watch, Kelas Muda Digital, Perludem, SafeNet, Yappika-actionAid, HRWG, Aji Indonesia, IPC, MediaLink, CIPG, Puskapa UI, Lakpedam dan I

Pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi ini sangat mendesak untuk disahkan mengingat banyak kasus penggunaan dan penyalahgunaan data pribadi yang terus terjadi.

Jenny mengatakan perlindungan data pribadi sangat 'urgen' berkaca dari kasus Cambridge Analytica. Seseorang dapat digiring dalam satuan pemikiran yang bukan dirinya sebenarnya karena data pribadinya telah diambil dan digandakan secara digital.

Ia mencontohnya dirinya dianggap sebagai Jenny yang a,b dan c, padahal dirinya yang asli adalah Jenny, d,e dan f. Ketika hendak melamar ke suatu perusahaan yang sesuai kualifikasinya Jenny d,e,f tapi karena dianggap sebagai Jenny a,b dan c maka gugur kesempatan melamar di perusahan tersebut.

"Bayangkan sudah banyak orang yang tidak mendapatkan pekerjaan karena data itu," katanya.

Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi meminta pemerintah dan DPR harus mempercepat proses pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi,mengingat besarnya patensi penyalahgunaan data pribadi saat ini, akibat tidak adanya rujukan perlindungan hukum yang memadai, dan dapat memberikan jaminan kepastian hukum dalam perlindungan data pribadi.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019