Manajer Lingkungan dan Pembiayaan Mikro Dompet Dhuafa Indonesia Syamsul Adriansyah mengatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran Udara harus segera direvisi mengingat kondisi lingkungan yang sudah tidak relevan.Pemerintah masih mengasumsikan pencemaran itu pada kategori parameter PM 10, sedangkan secara dunia WHO mengacu pada PM2.5, kata Syamsul
"Pemerintah masih mengasumsikan pencemaran itu pada kategori parameter PM 10, sedangkan secara dunia WHO mengacu pada PM2.5," kata Syamsul di Jakarta, Jumat.
Menurut Syamsul, saat ini pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta sudah dapat dikatakan sebagai bencana karena sudah berdampak buruk dalam segala aspek mulai dari keterpaparan, kerentanan, dan bahaya yang menyebabkan kerugian material hingga jiwa.
Baca juga: Ini lima wilayah dengan kualitas udara terburuk di Jakarta Jumat siang
Pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta dapat dikategorikan dalam jenis Slow Onset Disaster atau dikenal dengan bencana yang berlangsung perlahan-lahan namun memberi dampak yang signifikan.
Diharapkan jika PP 41/1999 telah direvisi, pemerintah menjadi serius dalam menangani kasus pencemaran udara di DKI Jakarta seperti menangani masalah bencana yang timbul secara cepata atau Fast Onset Disaster.
Baca juga: Pagi ini Indonesia tempati posisi kedua kualitas udara terburuk
Masalah kualitas udara yang buruk ini menghasilkan tuntutan dari beberapa organisasi yang bergerak di bidang lingkungan seperti Walhi dan Greenpeace kepada tujuh lembaga pemerintahan.
Tuntutan tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim.
Baca juga: Jumat pagi Pegadungan miliki kualitas udara terburuk di Jakarta
Kelompok ini menganggap para tergugat telah abai terhadap hak warga negara menghirup udara sehat di Jakarta. Dengan polusi yang begitu tinggi, pemerintah dianggap belum melakukan langkah nyata untuk menanggulanginya.
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019