Konservasi satwa lewat lomba fotografi

3 Agustus 2019 10:31 WIB
Konservasi satwa lewat lomba fotografi
Direktur KKH-KLHK drh Indra Exploitasia MS.i (dua dari kanan) saat memukul gong sebagai tanda peluncuran ajang Lomba Foto Satwa Internasional (IAPC) 2019 di Jakarta, Sabtu (27/7/2019). (FOTO ANTARA/HO-Humas TSI)

dengan melihat foto akan memberikan ikatan batin yang kuat terhadap satwa

Isu-isu konservasi satwa liar, kini tidak saja menjadi bahasan kalangan konservasionis (pegiat konservasi) semata, namun sudah berkembang luas.

Salah satunya, adalah di kalangan pegiat fotografi, baik itu jurnalis media massa, komunitas penghobi (penggemar dunia foto) atau bahkan masyarakat umum yang sesekali memotret satwa.

Kalangan tersebut ada yang melakukan pengambilan foto satwa untuk memuaskan hobinya dan membaginya di media sosial atau jika ada kesempatan mengikutsertakannya dalam ajang lomba foto yang ada.

Ajang yang paling ajek dan bergengsi adalah lomba foto satwa yang digagas lembaga konservasi satwa "ex-situ' (di luar habitat alami) Taman Safari Indonesia (TSI), yang bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pada mulanya, ajang itu diselenggarakan pada tingkat nasional atau hanya diikuti oleh peserta dari dalam negeri, yang dikaitkan sekaligus menjadi perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni, serta Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional pada 5 November

Namun, sekurangnya sejak tiga tahun terakhir sudah "naik kelas" menjadi tingkat internasional karena diikuti oleh peserta dari mancanegara.

Dengan ditingkatkannya level ajang itu ke tingkat internasional, maka lomba foto itu kini bertajuk International Animal Photo Competition (IAPC) atau Lomba Foto Satwa Internasional.

Pada penyelenggaraan tahun 2019, ajang itu adalah kompetisi yang ke-29 sejak digelar pertama kali pada 1993.

"Lomba Foto Satwa Internasional ke-29 ini menjadi penting karena foto merupakan salah satu media penyebarluasan informasi dan edukasi kepada publik terkait pelestarian hutan dan ekosistem di dalamnya. Selain itu, lomba foto ini juga mampu memotivasi masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan dan fauna", kata Direktur Keanekaragaman Hayati, KLHK, drh Indra Eksploitasia, M.Si ketika membuka acara peluncuran IAPC 2019 di Jakarta Aquarium, Sabtu (27/7).

Mewakili Menteri LHK, ia mengemukakan bahwa Indonesia merupakan negara mega biodiversity, yang memiliki kekayan keanekaragaman hayati terbesar ketiga setelah Brazil dan Kolombia.

Mengacu pada Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-2020, Indonesia tercatat memiliki sebanyak 1.605 jenis burung, 723 jenis reptil, 385 jenis amfibi, 720 jenis mamalia, 1.248 jenis ikan air tawar.

Kemudian, sebanyak 197.964 jenis invertebrata, 5.137 jenis arthropoda, serta 181.847 jenis serangga termasuk 30.000 di antaranya dari ordo hymenoptera (tawon, lebah dan semut).

Sedangkan dalam dunia flora Indonesia tercatat memiliki sebanyak 91.251 jenis tumbuhan berspora, 120 jenis gymnospermae, serta sekitar 30.000-40.000 jenis tumbuhan berbunga (angiospermae), yang dari perkiraan tersebut, hingga saat ini baru terindentifikasi 19.112 jenis.

Baca juga: Babel lepas liarkan satwa endemik di Bukit Penyabung


Dikenal global

Indra Eksploitasia menyebut bahwa banyak di antara keanekaragaman jenis fauna Indonesia yang sudah sangat dikenal secara global sehingga menjadi flagship species (simbol).

Di antara "flagship species" itu  adalah harimau sumatera, gajah sumatera, badak sumatera, badak jawa, orangutan kalimantan, orangutan sumatera, anoa, komodo, serta jenis-jenis burung Cenderawasih.

Sebelumnya, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno dalam acara Ngobrol Pintar (NgoPi) bersama wartawan di Pekanbaru, Senin (13/5/) menyebutkan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah populasi satwa liar prioritas di Indonesia mengalami peningkatan.

Ia mengakui meski masih banyak tantangan, peningkatan jumlah populasi satwa liar yang dilindungi ini menunjukkan bahwa kerja konservasi menghasilkan sesuatu yang positif.

Populasi satwa liar prioritas ini tersebar di berbagai kawasan konservasi dan juga kawasan hutan dan di lokasi lainnya.

Pada beberapa "site monitoring" terlihat ada peningkatan seperti jalak bali di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dari 31 ekor di 2015 menjadi 191 ekor di 2019.

Dalam kurun waktu yang sama, badak jawa di TN Ujung Kulon, naik dari 63 ekor menjadi 68 ekor.

Untuk owa jawa dari 546 ekor menjadi 1.107 ekor, gajah sumatera dari 611 ekor menjadi 693 ekor, harimau sumatera dari 180 ekor menjadi 220 ekor, dan elang jawa dari 91 ekor ke 113 ekor.

Wiratno mengatakan peningkatan jumlah populasi satwa liar prioritas ini tidak terlepas dari peran media serta masyarakat yang ikut terlibat aktif dalam semangat konservasi.

Karena itu pihaknya selalu membuka diri pada pihak-pihak yang ingin memberi informasi terkait konservasi.

Ketua Umum Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (Foksi) Tony Sumampau -- yang juga direktur TSI Group -- mengemukakan bahwa sejak didirikan pada 1986 pihaknya fokus pada kegiatan konservasi satwa liar yang populasinya kian terdesak.

Ia mengharapkan dengan penyelenggaraan ajang tahunan lomba foto satwa itu para fotografer dan komunitas foto dapat mengabadikan satwa liar, khususnya satwa endemik (asli) Indonesia melalui karya seni fotografi.

"Di sinilah peran jurnalis foto dan komunitas lainnya ikut dalam mengampanyekan isu-isu konservasi satwa liar, khususnya satwa endemik di Indonesia," katanya.

Baca juga: WNA asal Rusia divonis setahun penjara atas kasus selundupkan satwa


Bukan lomba biasa

Ketua Penyelenggara IAPC 2019 Hans Manansang yang juga Wakil Direktur TSI menjelaskan bahwa ajang itu bukan sekadar lomba foto biasa.

"Tetapi ada nilai-nilai konservasi mengenai satwa liar di dalamnya," katanya.

Dalam ajang yang memperebutkan hadiah senilai ratusan jutaan rupiah itu juga untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat, khususnya para fotografer, untuk mencintai satwa melalui seni fotografi.

Ia menyebut kompetisi ini adalah yang terbesar dan bergengsi di Indonesia.

Hans merujuk hasil studi di Michigan State University, Amerika Serikat bahwa dengan melihat foto akan memberikan ikatan batin yang kuat bagi yang melihatnya dan menjadikannya lebih peduli terhadap satwa.

"Jadi, misi utamanya adalah mengajak masyarakat umum untuk menghargai dan mencintai satwa melalui foto", katanya.

Pada ajang IAPC 2019 terdapat 3 kategori lomba yang diselenggarakan.

Pertama adalah kategori TSI, yakni objek foto satwa diambil di lingkungan TSI grup, yakni di TSI Cisarua-Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Taman Safari Prigen, Pandaan, Jawa Timur, Bali Safari & Marine Park, di Bali, Royal Safari Garden & Resort, Cisarua, Bogor, Batang Dolphins Center, di Batang, Jawa Tengah, dan Jakarta Aquarium.

Kedua adalah kategori umum, di mana fotografer dapat mengambil gambar di luar lembaga konservasi TSI.

Sedangkan ketiga, adalah kategori yang baru diadakan tahun 2019, yakni foto Instagram yang mengambil tema "Aku dan Satwa".

Pada peluncuran di Jakarta Aquarium lalu, juga diadakan hunting foto model dan satwa yang diikuti lebih dari 100 peserta.

Setelah di Jakarta ajang "hunting" objek foto satwa itu akan dilanjutkan di Bali Safari & Marine Park, di Bali pada 24 Agustus, di TSI Cisarua, Kabupaten Bogor pada 15 September 2019, dan TSI Prigen, Pandaan, Jawa Timur pada 12 Oktober 2019.

Sedangkan pengumuman pemenang akan dilaksanakan di Royal Safari Garden, Bogor pada 2 November 2019.

Total Hadiah IAPC 2019 mencapai Rp300 juta berupa uang tunai serta peralatan fotografi.

Ia mengajak publik luas bisa berpartisipasi dalam ajang IAPC sebagai wujud kepeduliaan atas agenda-agenda konservasi satwa liar di Indonesia.


 Baca juga: Hobi motret, Ani Yudhoyono sering foto satwa liar di TSI Bogor
Baca juga: CRU minta pemerintah segera atasi gangguan gajah liar di Aceh Barat

 

Pewarta: Andi Jauhary
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019