BNPB sebut gelombang tinggi beda dengan tsunami

3 Agustus 2019 17:22 WIB
BNPB sebut gelombang tinggi beda dengan tsunami
Ilustrasi - Plh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.

Tsunami seperti rombongan panjang kereta dan datangnya bisa berkali-kali. Kekuatan dan panjangnya berbeda.

Pelaksana Harian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Agus Wibowo menyebut perlunya masyarakat memahami perbedaan antara gelombang tinggi dengan tsunami.

Dalam konferensi pers di Kantor BNPB di Jakarta, Sabtu, Agus menyebut gelombang tinggi merupakan ancaman global yang disebabkan oleh perubahan cuaca dan pemanasan global.

“Ini fenomena global di seluruh dunia, ada pemanasan global sehingga muka air laut naik, termasuk gelombang,” katanya.

Menurut dia kekuatan gelombang tinggi dan gelombang tsunami pun berbeda. Dia menganalogikan gelombang tinggi sebagai mobil truk, sementara gelombang tsunami adalah kereta dengan 12 gerbong.

Agus menyebut, satu bangunan ditabarak oleh mobil truk bisa hancur bisa juga tidak, namun akan beda hasilnya jika ditabrak oleh kereta 12 gerbong.

“Tsunami seperti rombongan panjang kereta dan datangnya bisa berkali-kali. Kekuatan dan panjangnya berbeda,” ucap dia.

Adapun upaya untuk menghindari gelombang tinggi yang paling efektif adalah membangun tembok tinggi sebagai pemecah gelombang.

Namun diakui Agus butuh biaya yang mahal untuk membuat tembok tersebut sehingga yang paling memungkinkan adalah dengan memindahkan masyarakat dari lokasi tersebut.

“Ini banyak kota-kota di dunia terancam gelombang tinggi. Sama kasusnya,” ucap dia.

Baca juga: Tiga korban meninggal bukan terdampak langsung gempa Banten


Sebelumnya, BMKG pada pukul 04.31 WIB mengeluarkan peringatan tinggi gelombang tinggi akibat pola angin yang berlaku dari Sabtu (3/8) pukul 07.00 WIB sampai dengan Senin (6/8) pukul 07.00 WIB. 

Pola angin di wilayah utara ekuator umumnya dari Tenggara ke Selatan dengan kecepatan 4-25 knot, sedangkan di wilayah selatan ekuator umumnya dari Timur ke Tenggara dengan kecepatan 4-30 knot. 

Kecepatan angin tertinggi terpantau di perairan selatan Jawa hingga Sumba, Laut Sawu, Selat Makassar bagian selatan, Perairan barat Sulawesi Selatan, Laut Banda, Perairan Kepulauan Letti hingga Tanimbar dan Perairan Kepulauan Kei hingga Aru, Laut Seram, Perairan Kepulauan Sangihe-Talaud, Laut Maluku bagian utara, Laut Halmahera, dan Perairan Sorong-Raja Ampat. 

Kondisi ini mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang di sekitar wilayah tersebut.

BMKG memperingatkan tinggi gelombang 4.0 meter (m) hingga 6.0 m (sangat tinggi) berpeluang terjadi di perairan Bengkulu-Pulau Enggano, perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, perairan selatan Pulau Jawa hingga Pulau Lombok, Selat Bali-Lombok-Alas bagian selatan, Samudera Hindia sebelah barat Bengkulu hingga selatan NTB. 


Baca juga: BMKG imbau jangan percayai prediksi gempa M 9,0 pascagempa Banten
 

Selanjutnya, tinggi gelombang 2.50 sampai dengan 4.0 m (tinggi) berpeluang terjadi di perairan utara Sabang, perairan Aceh Barat, perairan barat Pulau Simeuleu hingga Kepulauan Mentawai, perairan Bengkulu hingga barat Lampung, Samudera Hindia bagian barat Sumatera, Selat Sunda bagian selatan, perairan selatan Jawa hingga Sumbawa, Selat Bali-Lombok-Alas-Sape bagian selatan, Selat Sumba bagian barat, perairan selatan Pulau Sumba, Laut Sawu, perairan Pulau Rote-Kupang, Laut Timor selatan NTT, Samudera Hindia selatan Jawa hingga NTT, perairan Timur Kepulauan Wakatobi, perairan selatan Pulau Buru, Laut Banda, perairan selatan Kepulauan Letti-Kepulauan Tanimbar, perairan selatan Pulau Kei-Kepulauan Aru, Laut Arafuru bagian barat dan tengah, perairan Kepulauan Sangihe-Kepulauan Talaud, Laut Maluku bagian utara dan Laut Halmahera, perairan utara Kepulauan Halmahera, Samudera Pasifik utara Halmahera hingga Papua Barat. 

Sementara itu, tinggi gelombang 1.25 m sampai dengan 2.50 m (Sedang) berpeluang terjadi di Laut Natuna Utara, Perairan Kepulauan Anambas-Kepulauan Natuna, Laut Natuna dan Selat Karimata, Perairan Timur Kepulauan Bintan hingga Kepulauan Lingga, Perairan Utara Pangkal Pinang, Laut Jawa, Perairan Utara Jawa Timur hingga Kepulauan Kangean, Perairan Selatan Kalimantan,  Perairan Kotabaru, Selat Makassar bagian selatan, Perairan Barat Sulawesi Selatan, Laut Bali dan Laut Sumbawa, Teluk Bone dan Teluk Tolo, Perairan Manui-Kendari, Perairan Baubau-Wakatobi, Laut Maluku bagian selatan, Perairan Bitung-Manado, Perairan Selatan Sulawesi Utara, Perairan Selatan Kepulauan Banggai-Kepulauan Sula, Laut Seram, Perairan Pulau Buru-Ambon, Perairan Halmahera dan Laut Halmahera, Perairan Utara Kep. Sermata-Kepulauan Tanimbar, Perairan Utara Kepulauan Kai hingga Kepulauan Aru, Perairan Sorong, Perairan Fakfak-Kaimana, Perairan Agats-Amamapere, serta Laut Arafuru bagian timur.

 

Baca juga: Kepala BNPB tegaskan simulasi bencana penting sampai tingkat keluarga

 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019