"Akan sulit bagi PAN kalau kemudian berada di luar kekuasan, karena ini menyangkut sumber daya-sumber daya strategis yang diperlukan untuk menggerakkan mesin politik partai," jelas Ade saat ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu.
Menurutnya, jika partai besutan Amien Rais itu memilih untuk berada di luar pemerintahan, akan membatasi kesempatan bagi internal PAN untuk mendistribusikan potensi-potensi kadernya.
Baca juga: Senior PAN: Arus bawah kader ingin partai jadi oposisi
Sebelumnya, Senior Instruktur DPP PAN Icu Zukafril pada Jumat (2/8) mengatakan bahwa di tingkat elite PAN masih ragu-ragu dalam menentukan sikap politik untuk menjadi oposisi karena masih berupaya masuk dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Sikap PAN yang masih ragu-ragu dan belum menentukan posisi politiknya dalam pemerintahan kemudian membentuk beberapa opini yang berasumsi PAN mencoba bermain "dua kaki".
Akan tetapi, Ade melihat sikap ragu-ragu PAN untuk menempatkan posisinya adalah sebuah kewajaran, lantaran pada saat pemilihan presiden, PAN berada di luar yang memenangkan pilpres. Sehingga membuat komunikasinya tidak selancar partai-partai lain yang sejak awal di dalam pendukung Presiden Joko Widodo.
"Kalau dikatakan 'dua kaki' saya kira harus dilihat 'case by case'. Kalau dalam pilpres kan jelas posisi PAN dimana. Tapi pasca itu kan semua partai punya kemerdekaan untuk mengambil dan menentukan langkah-langkah politiknya," ujarnya.
Namun, pengamat politik dari Universitas Indonesia ini menambahkan bahwa segala kemungkinan posisi partai ini masih sangat terbuka lebar.
"Saya kira semua kemungkinan masih sangat terbuka karena masing-masing sedang bergerak mencari titik temu dan mengkalkulasi segala kepentingannya, pada posisi mana harus diambil, dimana kepentingannya secara maksimal terwakili," katanya.
Baca juga: Amien sebut PAN oposisi lebih bermartabat
Baca juga: PAN: Seluruh jaringan partai ingin jadi oposisi konstruktif
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019