Sekitar 500 wajib pajak (WP) di Kota Malang, Jawa Timur, mengajukan keringanan pembayaran baik untuk pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) maupun pajak-pajak lainnya.Tentu saja ini situasi yang ironis. Di saat kami harus mampu mencapai target yang sedemikian tinggi sekitar Rp500 miliar pada tahun ini, tetapi semakin banyak masyarakat (WP) yang mengajukan permohonan keringanan untuk berbagai pembayaran pajak daera
Dari catatan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D), sejak awal Januari hingga akhir Juli 2019, lebih dari 500 berkas pengajuan pengurangan dan keringanan yang menumpuk di meja Kepala BP2D Kota Malang Ade Herawanto.
"Tentu saja ini situasi yang ironis. Di saat kami harus mampu mencapai target yang sedemikian tinggi sekitar Rp500 miliar pada tahun ini, tetapi semakin banyak masyarakat (WP) yang mengajukan permohonan keringanan untuk berbagai pembayaran pajak daerah," kata Ade Herawanto di Malang, Minggu.
Rincian WP yang mengajukan keringanan dan pengurangan pajak tersebut, 434 WP mengajukan permohonan pengurangan PBB, 32 dari Pajak Reklame, 14 Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), 10 Pajak Hiburan dan masih banyak lagi pengajuan restitusi.
Ade menerangkan mekanisme pemberian pengurangan memang tidak menyalahi aturan. Prosedurnya bahkan tertuang dalam aturan baku, misalnya khusus untuk pajak tanah yaitu PBB diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 15 Tahun 2013.
"Untuk semua persetujuan terhadap keringanan pajak adalah kewenangan dari wali kota, namun khusus untuk pengurangan PBB sudah ada pendelegasian kewenangan kepada kami sesuai peraturan yang berlaku," ujar Ade.
Pemberian keringanan tersebut, lanjutnya, mensyaratkan berbagai kriteria dan ketentuan adminsitrasi serta verifikasi di lapangan, seperti Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari RT/RW dan kelurahan-kecamatan tempat tinggal wajib pajak.
"Namun tentunya kegiatan verifikasi lapangan tersebut akan sangat banyak menguras energi dan konsentrasi petugas pajak dalam rangka pelayanan dan pemungutan pajak sehari-hari," ucapnya.
Sedangkan untuk keringanan BPHTB atau biasa disebut pajak jual beli mengacu UU No 28 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah (Perda) No 15 Tahun 2010 dengan persentase keringanan maksimal 25 persen.
Sementara untuk pajak daerah lainnya juga berlaku keringanan hingga maksimal 50 persen.
Namun, banyaknya masyarakat yang mengajukan keringanan pembayaran pajak tentu saja tidak selaras dengan semangat peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) oleh Pemkot Malang.
Hal ini, lanjut Ade, ke depannya akan berpengaruh negatif bagi pembangunan Kota Malang sekaligus juga berimplikasi pada kesejahteraan warga. "Kami berharap masyarakat bisa lebih bijak dalam mengajukan permohonan keringanan pajak daerah. Jadi tidak semua WP bisa serta merta mengajukan keringanan," katanya.
Ade mengaku pihaknya tidak tebang pilih dalam memberikan pengurangan. Ada aspek kelayakan dan pertimbangan, seperti parameter kondisi sosial, ekonomi serta WP memang benar-benar memenuhi persyaratan. Semua juga harus selaras dengan regulasi.
Mantan Kabag Humas Pemkot Malang ini mencontohkan seperti imbauan yang terpampang di ruang kerjanya, agar masyarakat tidak berbondong-bondong mengajukan keberatan atau memohon keringanan, padahal sebenarnya mereka sanggup membayar kewajibannya.
"Memang sepertinya lumrah dan manusiawi jika setiap orang akan menghindari kewajiban perpajakannya. Maka kami sarankan, lebih baik diniati ibadah seperti saat melaksanakan zakat dan berkurban di Hari Raya Idul Adha. Jadi tidak akan merasa enggan atau berat untuk menjalankan kewajiban perpajakannya," paparnya.
Sementara itu, Wali Kota Malang Sutiaji tak memungkiri banyaknya masyarakat yang mengajukan keringanan pajak.
"Saya terus cermati kinerja BP2D dan saya apresiasi langkah-langkah kreatifnya. Atas laporan adanya permohonan keringanan pajak, itu sudah ada aturan dan mekanisme serta sangat selektif. Harus ada verifikasi secara cermat, sehingga tidak salah mendiagnosa, termasuk dilihat track record WP bersangkutan," kata Sutiaji.
Sutiaji memaklumi akan banyaknya permohonan pengurangan, namun berharap hal tersebut tak lantas mengurangi semangat warga Bhumi Arema dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
"Namun tetap saya imbau dan dorong partisipasi aktif warga dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena pemanfaatannya juga akan kembali untuk warga dan untuk Kota Malang," katanya.
Baca juga: BP2D Kota Malang "panen" pajak hotel dan restoran
Baca juga: Goyang payung sadar pajak di Malang pecahkan rekor MURI
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019