"Ini harus disosialisasikan oleh kabupaten dan kota supaya tidak kaget lagi," kata Sutarmidji di Sambas, Minggu.
Gubernur menjelaskan bahwa pembaruan data kependudukan sangat penting untuk memastikan bantuan negara tepat sasaran, termasuk bantuan iuran pelayanan program JKN yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Ia mencontohkan, di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, ada ribuan nama warga yang masuk daftar penerima bantuan iuran JKN namun keberadaannya tidak jelas.
"Rugi negara kalau ternyata sudah dibayarkan tapi tidak jelas siapa orangnya, berhak atau tidak misalnya," kata Sutarmidji.
Sementara itu, Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan bahwa pemerintah kota akan akan melakukan validasi data warga yang menerima bantuan iuran JKN.
"Harus ada data, masyarakat yang mampu tetapi dibayarkan BPJS oleh pemerintah, karena ada daerah yang banyak bilang miskin agar dapat bantuan, sehingga pemerintah akan seleksi secara ketat," kata Edi Kamtono.
Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak itu menjelaskan bahwa Kota Pontianak masih memiliki 23.400 warga miskin yang membutuhkan bantuan pemerintah.
Pemerintah mulai 1 Agustus 2019 menonaktifkan 5.227.852 peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam Program JKN. Menurut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang telah dimutakhirkan, mereka tidak lagi masuk klasifikasi warga prasejahtera yang membutuhkan bantuan sosial, termasuk PBI JKN.
Di antara penerima PBI JKN yang dinonaktifkan kepesertaannya ada warga yang tidak pernah memanfaatkan layanan JKN sejak 2014, sudah meninggal dunia, datanya ganda, atau sudah tidak tergolong sebagai warga prasejahtera.
Baca juga:
Pemerintah nonaktifkan 5,2 juta PBI JKN
YLKI nilai penonaktifan 5,2 juta PBI JKN minim sosialisasi
Pewarta: Teguh Imam Wibowo
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019