Pacu stand up paddle merupakan puncak kejuaraan BPJS Ketenagakerjaan Belitung Geopark International Stand Up Paddle dan Kayak Marathon 2019 di Pantai Kelayang, Belitung, yang mulai Jumat (2/8) hingga Minggu (4/8).
Sekitar 30 peserta sudah bersiap. Panitia memberi arahan terakhir kepada peserta di bibir pantai. Panas mulai menyengat. Sebagian penonton berlindung dibalik bayangan pepohonan atau tenda, tetapi tidak sedikit yang berterik panas matahari memberi semangat kepada jagoannya.
Singkat cerita pacu stand up paddle itu pun dimulai. Bupati Belitung Bupati Belitung Sahani Saleh mengibaskan bendera "catur" (kotak-kota hitam putih). Peserta yang tadinya bersiap, 15 meter dari bibir pantai menggotong papan paddle bersama dayungnya, lalu berlari ke bibir pantai, dan menghempaskan papan dan mengayuh penuh tenaga.
Bermain stand up paddle terlihat sederhana. Olahraga yang dipopulerkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Indonesia dan mendapat ekspose besar dari media saat "bertanding" dengan (saat itu) Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno di Danau Sunter, Jakarta, awal tahun lalu itu kini menjadi gaya hidup masyarakat kalangan atas.
Mengendarai paddle kelihatannya mudah tetapi ternyata memerlukan keahlian tersendiri, karena itu sampai diperlukan lisensi untuk bermain stand up paddle di negara bagian tertentu di Amerika Serikat.
Bagi pemula, hal yang paling menantang adalah bisa berdiri, lalu mengayuh menantang ombak untuk tetap bisa berdiri. Sensasi bagi yang sudah bisa berdiri seperti sudah menaklukkan laut. Pada hal itu baru bisa berdiri di atas papan di air, yang bagi pemula seperti berdiri di atas tanah liat becek yang gampang tergelincir.
Ketrampilan berikutnya, mengayuh ke tengah laut dengan menjaga keseimbangan, dan bermain dengan ombak dan terjangan angin laut. Jika, sudah begini, jiwa serasa sudah bagian dari laut luas. Saat itu lelah --karena faktor lelahnya tiga kali dari bersepeda-- tidak terasa. Esok pagi betis, paha dan pinggang baru pegal dan berdenyut kaku
Bagi mereka yang sudah ahli, tantangannya pasti berbeda, yakni ikut marathon 8 km atau berpacu (race) ke tengah laut melawan ombak dan angin, lalu kembali ke pantai mencapai garis akhir (finish). Itulah perjuangan sebenarnya.
Tidak sedikit dari peserta pacu SUP melakukan keduanya, marathon dan race, satu di antaranya Agus Susanto, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan. Untuk usia, dia tidak muda lagi, sudah 55 tahun, tetapi semangatnya tidak kalah dengan yang muda-muda.
Dan tua dan muda dalam olah raga stand up paddle seperti tak berbeda, karena olahraga ini bukan sekadar prestasi yang dilombakan tetapi juga olahraga rekreasi untuk bersenang-senang dengan komunitas atau kolega. Agus mengatakan olahraga ini digemari kalangan high profile di Indonesia, juga di luar negeri.
Keterampilan dan ketahanan fisik sangat nyata di uji. Fisik yang kuat tidak cukup untuk menang dalam berpacu karena dibutuhkan keterampilan agar papan paddle tidak melenceng dibawa angin.
Itulah yang terjadi pada sebagian peserta pacu stand up paddle, dan itu diakui Agus yang berhasil meraih posisi 5. Angin Pantai Tanjung Kelayang menjelang siang bertiup cukup kencang sehingga sebagian peserta kewalahan menjaga laju papannya tetap di jalur yang benar.
Beberapa tampak bersusah payah mengarahkan papan paddle-nya ke jalur yang benar agar tidak didiskualifikasi. Jika dalam lomba marathon, kata peserta pemula Erfan Kurniawan, kelelahan fisik dan sengatan matahari menjadi tantangan utama, maka dalam lomba kecepatan juga mengalami yang sama, dan ketahanan fisik jadi tantangan sangat diperlukan.
Prestasi anak lokal
Pacu stand up paddle internasional pertama tahun ini menuai prestasi baru ketika Niko Setiawan (16 tahun) masuk finish pada posisi ke-4 dengan waktu 12.46 menit. Putera Belitung itu merupakan atlit SUP masa depan dengan capaian prestasi di lomba ini.
Sementara posisi pertama untuk pacu SUP ditempati I Ketut Pande Sayong dengan waktu tempuh 08.44, posisi ke-2 Lucas Gallu Beko dengan 09.18, dan posisi ke-3 diraih Tedy Belitung 11.23, sedangkan Agus Susanto yang meraih posisi ke-5 dengan masa tempuh 14.50.
Pande dan Gallu agaknya berbagi posisi, karena pada nomor marathon, Gallu Juara 1 dan Pande Juara 2, sementara Tedy Belitung konsisten mempertahankan posisi di Juara 3.
Raihan Tedy dan Niko merupakan prestasi tersendiri bagi Belitung. Artinya, masyarakat negeri "Laskar Pelangi" ini tidak sekadar jadi penonton, tetapi mereka bagian dari kegiatan internasional bergengsi ini. Riuh rendah penontong menyambut keduanya. Ini membuktikan, kabupaten ini memiliki atlit-atlit potensial yang bisa berbicara dikejuaraan internasional.
BPJS Ketenagakerjaan Belitung Geopark International Stand Up Paddle Dan Kayak Marathon 2019 ini dibuka oleh Wakil Gubernur Babel Abdul Fatah dan dihadiri Bupati Belitung Sahani Saleh, Dirut BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto, Direktur Utama Perum Jasa Tirta II U. Saifudin, pejabat Kementerian Pariwisata, serta pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Belitung.
Kejuaraan ini diikuti 150 peserta dari delapan negara untuk kayak dan stand up paddle marathon, di antaranya dari Malaysia, Singapura, India, New Zealand dan Indonesia selaku tuan rumah yang mengirimkan peserta dengan jumlah terbanyak.
Sahani menyatakan akan menjadikan lomba ini sebagai agenda rutin daerahnya. Tidak sekadar mengharumkan nama daerah dan memajukan pariwisata, tetapi juga ajang prestasi bagi putra daerah. Seperti mimpi Ikal di novel Laskar Pelangi, atlet-atlet lokal adalah "anak-anak pelangi" yang sedang berusaha meraih mimpi menjadi atlet stand up paddle internasional.
Baca juga: BPJS-TK dan Belitung tuan rumah lomba paddle dan kayak internasional
Baca juga: BPJS-TK lindungi peserta lomba paddle internasional di Belitung
Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2019