"Persepsi biopsi sakit, tidak nyaman itu tidak benar," ujar ahli urologi dari RSCM, Dr dr Irfan Wahyudi, SpU (K) di Jakarta, Senin
Dalam biopsi, dijelaskannya, jaringan prostat diambil untuk diperiksa apakah jaringan itu terkena kanker atau tidak. Prosedur ini tidak melalui saluran cerna atau saluran kemih, melainkan bagian perineal karena memiliki risiko infeksi yang kecil dan dianggap paling aman.
Biasanya, menurut dia, ada beberapa metode biopsi yang dilakukan para ahli, salah satunya biopsi dengan teknik robotik. Melalui cara ini, ia merinci, gerakan pemindaian dapat membuat irisan gambar dua dimensi (2D) yang terdistribusi secara merata untuk rekonstruksi tiga dimensi (3D).
Selain itu, ia menegaskan, panduan jarum dapat secara otomatis disejajarkan pada target dan dikunci untuk biopsi dan prosedurnya lebih stabil.
"Lebih stabil. Kami bisa menentukan titik mana yang akan kami kerjakan. Angka ketepatan lebih tinggi," kata Irfan.
Menurut dia, penggunaan robotik dalam biopsi juga meminimalisir keluhan yang muncul sehingga pasien kanker prostat tak perlu merasakan hal-hal yang mereka khawatirkan.
Pasien yang dapat dilakukan tindakan biopsi menggunakan alat bantu robotik, dinilainya, secara umum memiliki karakteristik berupa abnormalitas pada pemeriksaan colok dubur, memiliki nilai PSA tinggi.
Tes Prostat Specific Antigen (PSA) adalah uji darah yang sering digunakan untuk skrining kanker prostat. Tes ini mengukur jumlah dalam darah pasien, dan PSA adalah protein yang khusus diproduksi oleh kelenjar prostat.
Ketika dokter menemukan kadar PSA pasiennya tinggi, mereka secara umum akan menyarankan pasien untuk menjalani biopsi untuk mencari tahu apakah benar ada sel kanker pada sampel jaringan prostatnya.
Baca juga: Kanker prostat awalnya tak bergejala
Baca juga: Kena kanker prostat, Arswendo Atmowiloto dikabarkan drop
Baca juga: Salah kaprah "kejantanan" bikin pria lebih rentan terhadap kanker
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019