"Saya menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan LSM Lembaga Pengawas Pelapor Korupsi (LP2K) Kalsel pada 22 Juli 2019 di depan gedung DPRD Kalsel terkait dugaan penggunaan ijazah palsu anggota Dewan ini. Tujuannya tidak lain untuk menjaga harkat dan martabat wakil rakyat," kata Puar Junaidi selaku pelapor yang tak lain adalah kolega terlapor di Partai Golkar di Banjarmasin, Senin.
Baca juga: Menristekdikti: pelawak Qomar seharusnya ditahan
Baca juga: Bupati Mimika bantah gunakan ijazah palsu untuk pencalonan kepala daerah
Baca juga: DKPP akan gelar sidang dugaan ijazah palsu
Puar yang datang seorang diri ke gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel nampak membawa sejumlah dokumen untuk memperkuat laporannya tersebut. Di antaranya fotokopi surat edaran Menteri Pendidikan Nasional perihal program kesetaraan.
Kemudian ada juga fotokopi Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atas nama H Rusli yang diterbitkan Polres Banjar pada 2 Juli 2018 yang digunakan untuk melengkapi persyaratan calon legislatif DPRD Provinsi Kalsel.
Selanjutnya fotokopi ijazah Paket C milik H Rusli yang dikeluarkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar pada 28 Mei 2004, fotokopi ijazah Sarjana Administrasi Publik Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Bina Banua Banjarmasin diterbitkan tanggal 16 September 2006 milik H Rusli serta fotokopi ijazah Program Magister Manajemen atas nama H Rusli yang diterbitkan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mahardhika Surabaya pada 8 Maret 2008.
Menurut Puar, ijazah Paket C yang digunakan H Rusli pada Pemilu 2004 yang dilaksanakan 5 April 2004, terbitnya 28 Mei 2004, sehingga lebih dulu pemilu daripada ijazah terbit.
"Pertanyaannya dia menggunakan ijazah apa sebagai caleg hingga terpilih periode 2004-2009. Sesuai ketentuan, untuk dapat mengikuti program kesetaraan atau Paket C harus memiliki ijazah SMP dan pernah duduk di SMA dengan dibuktikan buku raport dan mengikuti pendidikan selama tiga bulan," papar Puar yang tercatat sebagai anggota Komisi I Bidang Hukum DPRD Provinsi Kalsel.
Tak hanya menyoal ijazah Paket C, Puar juga mempertanyakan ijazah S1 milik H Rusli yang diterbitkan tanggal 16 September 2006.
"Kalau dilihat dari Paket C-nya diterbitkan tanggal 28 Mei 2004 hanya dalam jangka waktu 2 tahun. Sedangkan dalam program pendidikan di perguruan tinggi untuk menyelesaikan S1 dalam jangka waktu 8 semester atau 4 tahun. Misalkan paling cepat juga 3,5 tahun," cetusnya.
Apalagi ketentuan untuk Paket C boleh dipergunakan mengikuti ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau kuliah berdasarkan SE Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 107/MPN/MS/2006. Sedangkan H Rusli pada tahun 2006 sudah mendapatkan ijazah S1.
"Terlapor juga memiliki ijazah S2 patut diduga proses mendapatkan S2 tidak sesuai aturan, mengingat S1 yang dimiliki tidak wajar berdasarkan aturan yang berlaku. Dan Universitas Mahardika mendapatkan izin penyelenggaraan pendidikan Pascasarjana tahun 2007. Sementara dia lulus 2008," ungkapnya.
Sedangkan terkait penggunaan SKCK untuk calon anggota DPRD Provinsi Kalsel, harusnya menurut Puar SKCK yang diterbitkan oleh Kapolda Kalsel. Bukan Polres Banjar seperti yang digunakan terlapor dalam proses administrasi di Daerah pemilihan (Dapil) 2 hingga terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Kalsel periode 2019-2024.
"Saya mohon kepada aparat penegakan hukum dapat menindaklanjuti dalam upaya menjaga harkat martabat dunia pendidikan. Saya juga akan lapor ke KPK dan Kementerian Pendidikan Nasional serta Kemenristekdikti," tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Mochamad Rifa'i membenarkan perihal laporan tersebut.
"Iya memang benar ada seseorang yang menyampaikan laporan itu. Kini dokumen laporannya masih dipelajari penyidik Ditreskrimum," jelasnya.
Pewarta: Firman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019