"Secara eksplisit LPSK merekomendasikan terpidana pelaku perdagangan orang jangan diberi remisi kalau tidak membayar restitusi. Restitusi adalah hak korban tindak pidana perdagangan orang," ungkap Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo di kantor LPSK di Cijantung, Jakarta Timur, Senin
Menurut catatan yang dimiliki LPSK, lembaga itu sudah mengajukan ganti rugi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada periode 2015-2018 sebesar Rp15,423 miliar. Namun pengadilan hanya memutuskan Rp5,128 miliar dan yang dibayarkan kepada korban hanya Rp922 juta.
Kenyataan tersebut, menurut Wibowo, membuat diperlukannya advokasi bersama supaya penegak hukum semakin sadar dengan hak korban TPPO.
Sedikitnya jumlah realisasi pembayaran ganti rugi kepada korban, meski pengadilan sudah memutuskan jumlahnya adalah juga karena belum adanya petunjuk teknis sita aset pelaku yang sudah dipidana karena perdagangan manusia.
Di UU TPPO pasal 48-50 sebetulnya ada amanat undang-undang yang mengatakan bahwa harta terpidana pelaku TPPO boleh disita untuk membayar restitusi kepada korban.
"Itu yang juknisnya belum selesai dibahas," ujarnya merujuk kepada UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Baca juga: Pemulangan WNI korban TPPO di China terkendala izin suami
Baca juga: Menlu ke Pontianak bahas kasus pengantin pesanan
Baca juga: Menlu: Pemerintah fokus pencegahan TPPO modus perkawinan pesanan
Selama periode 2015-2019, LPSK sudah menangani 318 korban TPPO dengan 215 di antaranya adalah perempuan dan 53 berusia di bawah umur.
Para korban umumnya bekerja di sektor domestik, bisnis dan hiburan dengan asal korban terbesar berasal dari Jawa Barat degan 118 korban.
Empat daerah lain yang juga berada di posisi teratas penyumbang korban yang ditangani LPSK adalah Nusa Tenggara Barat (NTB) 42 korban, Jawa Tengah 32 korban, Nusa Tenggara Timur (NTT) 27 korban serta Provinsi Banten 16 korban.
Angka-angka di atas hanya terdiri atas kasus yang diurus LPSK dan tidak sepenuhnya menggambarkan peta korban secara nasional.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019