Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyarankan Pemerintah Indonesia untuk belajar terkait pengelolaan energi ke China dan India, mengingat kedua negara itu berhasil dalam mengembangkan sektor energi baru terbarukan (EBT) dalam skala besar.China itu negara yang luas, kita bisa belajar
"Mereka mulai mengembangkan energi baru terbarukan dan jumlahnya terus meningkat," kata Mamit Setiawan saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan kedua negara itu telah mengurangi penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik, lalu menciptakan EBT yang relatif terjangkau.
"China itu negara yang luas, kita bisa belajar. Sementara Eropa dan Amerika Serikat cenderung (luas wilayah) kecil," ungkapnya.
Belakangan China mendorong konstruksi energi terbarukan guna memastikan pembangkit listrik yang bersih untuk mengurangi emisi dan ketergantungan terhadap batu bara.
Akhir 2018 total kapasitas listrik terpasang di China mencapai 728 gigawatt (GW). Adapun porsi sumber energi terbarukan berjumlah 38,3 persen atau naik 1,7 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Sementara itu di India, kapasitas listrik terpasang dari sektor tenaga surya meningkat tiga kali lipat dalam kurung waktu tiga tahun terakhir. Pencapaian itu diperkirakan akan terus berlanjut hingga 100 GW dalam enam tahun ke depan, kemudian berlanjut 175 GW sebelum 2030.
"Kita bisa belajar ke sana karena saat ini PLTU batu bara mulai dikurangi menjadi energi terbarukan," ungkapnya.
Baca juga: Indonesia butuh cadangan energi listrik, terutama untuk kota besar
Baca juga: PLN bakal potong gaji karyawan untuk bayar kompensasi listrik padam
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019