New York (ANTARA News) - Paus Benekditus XVI mengisi hari kelima kunjungannya di AS dengan mengadakan misa di New York, Sabtu, yang sekaligus menandai tahun ketiganya menjabat sebagai pemimpin Gereja Katolik Roma.
Dalam kesempatan tersebut, Paus kembali berbicara soal penderitaan para korban pelecehan seksual terhadap anak-anak (pedofilia) oleh segelintir pendeta Katolik di Amerika Serikat.
Pada misa hari Sabtu yang diadakan di Katedral St Patrick di kawasan Fifth Avenue-Manhattan, ia antara lain mengajak para peserta misa yang hadir untuk berdoa bagi datangnya waktu untuk penyembuhan masalah skandal seks.
Ajakannya untuk berdoa itu mengacu kepada kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak oleh kalangan pendeta Katolik.
"Saya juga mendorong Anda untuk bekerja sama dengan para uskup untuk terus secara efektif menangani masalah ini," kata Paus.
Menurut catatan media, termasuk yang dikutip BBC, sejak tahun 1950 sudah lebih dari 4.000 pendeta Katolik yang dituduh melakukan pelecehan seksual.
Paus mengatakan, skandal seks tersebut tidak hanya menimbulkan kesengsaraan kepada para korban pedofilia, tapi juga merugikan reputasi gereja di AS.
Pada hari terakhir kunjungannya di AS, yaitu Minggu (20/4), Paus dijadwalkan akan mengunjungi lokasi runtuhnya gedung World Trade Center di New York dalam serangan teroris pada 11 September 2001 dan juga menggelar misa di stadion olahraga yang kerap dipakai untuk pertandingan baseball, Yankee Stadium.
Sebelumnya pada Jumat (18/4) di New York, Paus bertandang ke Markas Besar PBB dan berpidato di Majelis Umum PBB -- yang beranggotakan 192 negara -- antara lain berbicara tentang multilateralisme, hak asasi manusia, pembangunan dan perlindungan terhadap lingkungan.
Kalangan muslim
Sementara itu, di antara kalangan muslim di AS, termasuk Muslim Public Affairs Council (MPAC), beberapa pihak menyayangkan bahwa dalam kunjungangannya selama enam hari ke Washington DC dan New York, Paus tidak mengadakan dialog dengan para penganut agama Islam.
Tentang adanya kritik dari kalangan muslim tersebut, tokoh Islam di AS asal Indonesia, Syamsi Ali, mengamini bahwa dialog antar-agama dengan Paus merupakan kegiatan yang penting.
"Tapi kendati memang baik jika terjadi dialog, menurut saya ekspektasi seperti itu mungkin terlalu tinggi karena kunjungan Paus ke sini tampaknya memang lebih untuk acara-acara formal," kata Syamsi kepada ANTARA News.
Syamsi, yang juga Ketua Dewan Masjid Al-Hikmah -- masjid satu-satunya di New York yang dikelola oleh masyarakat Indonesia -- dalam beberapa hari terakhir kerap dimintai komentar tentang kunjungan Paus Benekditus XVI oleh media AS, termasuk stasiun televisi Channel 1, Channel 4, Channel 9 dan Channel 11.
Syamsi menganggap Paus Benekditus XVI sebagai sosok yang patut dihormati.
"Tapi kalau mau dibandingkan, Paus yang dulu lebih terbuka, bersifat merangkul, dan bijak," katanya.
"Paus yang sekarang memberikan kesan dua arah. Di satu pihak berkeinginan untuk melakukan dialog permanen dengan umat Islam, tapi di pihak lain mengeluarkan pernyataan yang memancing reaksi negatif dari kalangan umat Islam," tambahnya.
Syamsi mengacu pernyataannya itu antara lain kepada pernyataan Paus Benekditus tahun 2006 yang mengritik konsep jihad dalam Islam dan menyebut Islam disiarkan dengan pedang.
"Hal-hal seperti itu bisa mengurangi
trust dalam upaya membangun jembatan yang kuat antar-agama. Dengan kunjungannya ke AS, kami berharap Paus bisa belajar bahwa dunia semakin global dan antar komunitas ada saling ketergantungan," kata Syamsi. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008