• Beranda
  • Berita
  • Pro-kontra aturan ganjil genap bagi kendaraan di ibu kota

Pro-kontra aturan ganjil genap bagi kendaraan di ibu kota

7 Agustus 2019 17:03 WIB
Pro-kontra aturan ganjil genap bagi kendaraan di ibu kota
Dokumentasi - Papan informasi uji coba penerapan sistem lalu lintas plat Ganjil Genap terpampang di kawasan Blok M - Senayan, Jakarta, Selasa (26/7/2016). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/foc/aa.
Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang membatasi volume kendaraan melalui aturan ganjil-genap menuai tanggapan beragam dari berbagai kalangan.

Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara menjadi salah satu rujukan hukum tentang perluasan ganjil genap di 16 ruas jalan Jakarta yang diuji coba mulai 7 Agustus hingga 8 September 2019.

Kendaraan dengan nomor polisi ganjil beroperasi pada tanggal ganjil, sedangkan kendaraan dengan nomor polisi genap beroperasi pada tanggal genap. Perluasan tersebut berlaku di Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Majapahit, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim.

Kemudian Jalan Fatmawati mulai simpang Jalan Ketimun 1 sampai dengan Jalan TB Simatupang.

Baca juga: Dishub DKI Jakarta sediakan angkutan umum di kawasan ganjil genap

Selanjutnya Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang raya, Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan Senen Raya dan Jalan Gunung Sahari.

"Pemprov DKI Jakarta menetapkan untuk dilakukan perluasan ganjil genap dimana akan ada tambahan empat koridor lanjutan," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo.

Koridor satu yang semula Sudirman-Thamrin-Merdeka Barat akan diperpanjang di sisi utara mulai dari Jalan Majapahit, Gajah Mada, Hayam Wuruk sampai dengan Kota.

Kemudian di sisi selatan akan diperpanjang di Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim sampai Fatmawati dan Simpang TB Simatupang.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, mengatakan kendaraan jenis sepeda motor dipastikan tidak terkena peraturan pembatasan kendaraan ganjil-genap. Alasannya, pergerakan motor dianggap tidak terlalu besar bagi peningkatan kinerja lalu lintas.

"Sepeda motor memang saat ini cukup tinggi pada koridor yang ada ganjil-genap, tapi setelah kami lakukan analisis mendalam bahwa pola pergerakan kendaraan bermotor pada koridor ganjil-genap tadi tidak berpengaruh besar terhadap peningkatan kinerja lalu lintas," katanya.

Adapun kendaraan-kendaraan yang dikecualikan dalam ganjil-genap adalah kendaraan yang membawa masyarakat disabilitas melalui pemasangan stiker khusus, pemadam kebakaran dan angkutan umum plat kuning, kendaraan angkutan barang yang mengangkut BBM dan BBG.

Selain itu kendaraan pimpinan tinggi negara (presiden, wakil presiden, Ketua MPR, DPR, DPD, Ketua MA, MK, KY dan BPK).

Selanjutnya adalah kendaraan operasional berplat dinas kantor pemerintah/TNI/Polri, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara serta kendaraan yang tujuannya ingin memberikan pertolongan pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas.

Terakhir adalah kendaraan untuk kepentingan khusus yang dalam konteks kendaraan ini dilakukan pengawasan oleh Kepolisian seperti mobil pengangkut uang.

Resistensi

Pengacara kondang, Hotman Paris, beranggapan peraturan mengenai pemakaian mobil berplat nomor ganjil-genap sangat membebani rakyat.

Hotman menyebut tidak semua orang kaya punya dua mobil atau lebih. "Kenapa harus dilarang dan masyarakat berhak pakai mobilnya, kan sudah bayar pajak penuh," kata Hotman melalui akun Instagram @sahabat.anies, Rabu (7/8).

Hotman juga menyinggung besaran pajak kendaraan yang dianggap begitu tinggi di Jakarta dalam menyumbang pembangunan infrastruktur jalan ibukota.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahkan mengusulkan kenaikan tarif pajak bea balik nama (BBN) 1 untuk kendaraan baru menjadi 12,5 persen dari harga kendaraan. Tarif pajak saat ini 10 persen.

Penolakan juga datang dari pengendara angkutan umum berbasis online di beberapa ruas jalan Ibu Kota. Pengendara Grab Car, Oppa (32), beranggapan ganjil genap berimbas pada berkurangnya jumlah penumpang hingga kesulitan mencari titik jemput.

“Saya akan kesulitan untuk cari jalur alternatif untuk menghindari pembatasan itu," katanya.

Ahmad Irawan (30), menilai aturan pembatasan ganjil genap untuk kendaraan motor tidak sesuai dengan janji kampanye Gubernur Anies Baswedan.

“Dahulu saja waktu kampanye bilang keadilan untuk semuanya, eh, masa sudah jadi gubernur lupa,” kata Ahmad.

Jika pembatasan ganjil genap untuk motor diterapkan, pemerintah akan merugikan pihak ojek online karena pengguna layanan ojek daring banyak di kawasan ganjil genap.

Dukungan

Pengendara sepeda motor, Ulfan Rahmad (43), mendukung perluasan ganjil genap bagi mobil maupun motor karena dianggap berkontribusi positif tidak hanya pada penanganan kemacetan, tapi kualitas udara di Jakarta.

Karyawan swasta di kawasan Senayan, Jakarta Selatan itu meminta kebijakan tidak hanya pada tataran ganjil genap, tapi juga konsistensi pemerintah dalam pembatasan usia kendaraan.

"Pajak kendaraan juga harus dibuat lebih mahal sehingga tidak semua orang bisa memiliki kendaraan dengan mudah. Tapi kompensasinya transportasi publik harus dibenahi, tidak hanya hanya kuantitas, tapi kualitas juga bagus, supaya penumpang nyaman di angkutan umum," katanya.

Namun Ulfan menyayangkan kebijakan Gubernur Anies yang mengizinkan sepeda motor kembali melintas di Jalan Thamrin-Sudirman.

"Saat zaman gubernur sebelumnya, Jalan Thamrin-Sudirman steril dari motor, karena sebagian besar oknum pengendara motor tidak taat dengan lajur yang tersedia. Kalau pulang kerja pulang sore, ojol menjadikan bahu jalan tempat mangkal tunggu penumpang," katanya.

Pengemudi mobil berplat nomor ganjil, Susan (35), bersedia berlaih ke transportasi kereta rel listrik (KRL) atau ojek online daring dari rumah menuju kantornya di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada saat tanggal ganjil.

Warga Jakarta Selatan itu berharap sistem ganjil-genap bisa berpengaruh pada kualitas udara yang semakin baik dan kemacetan dapat menurun secara signifikan.

"Dulu waktu Asian Games kan pernah ya, kalau dilihat-lihat waktu itu manfaat ganjil-genap oke juga, mengatasi kemacetan juga, jalur utama jadi lumayan longgar, tidak semacet kalau ganjil-genap tidak diberlakukan. Semoga saja polusi jadi lebih baik kualitasnya. Namun efeknya di pinggir lebih padat, macet pasti itu," kata Susan.

Terlepas dari pro-kontra masyarakat terhadap kebijakan ganjil-genap, pemerintah saat ini dituntut memiliki kajian serius bagi masa depan Jakarta. Konsistensi kebijakan menjadi hal terpenting sebagai tolak ukur hasil yang akan diraih kelak.

Pewarta: Andi Firdaus hadirkan
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019