• Beranda
  • Berita
  • Wapres: Perang dagang China-AS kesempatan Indonesia jual "peluru"

Wapres: Perang dagang China-AS kesempatan Indonesia jual "peluru"

7 Agustus 2019 18:04 WIB
Wapres: Perang dagang China-AS kesempatan Indonesia jual "peluru"
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan pengarahan saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Beyond Wealth 2019 di Jakarta, Rabu (7/8/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama/pri

Kita juga gunakan akal kita dengan kejadian itu, artinya sekiranya ini perang beneran, maka bagaimana kita jual 'peluru'. Jadi sekarang bagaimana kita punya peluang menjual barang-barang yang selama ini mahal di China

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan perang dagang antara China dan Amerika Serikat harus bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk jual "peluru" yakni menjual barang yang selama ini diekspor China ke Amerika, dengan harga lebih murah.

"Kita juga gunakan akal kita dengan kejadian itu, artinya sekiranya ini perang beneran, maka bagaimana kita jual 'peluru'. Jadi sekarang bagaimana kita punya peluang menjual barang-barang yang selama ini mahal di China," kata Wapres saat menjadi pembicara kunci pada "Seminar Market Outlook Bank Mandiri" di Hotel Ritz Carlton Pacific Place Jakarta, Rabu.

Istilah "jual peluru" tersebut adalah kesempatan bagi Indonesia untuk mengambil pasar China di Amerika Serikat akibat tingginya tarif impor yang ditetapkan President Trump untuk impor dari China.

Wapres menganalogikan kondisi perang dagang tersebut seperti perang dunia II, ketika banyak tentara AS menjadi korban, namun pabrik senjata dan peralatan perang meraup untung dalam perang tersebut.

"Setiap perang ada yang untung, ada yang rugi. Amerika waktu Perang Dunia II memang banyak serdadunya meninggal, banyak korban; tapi yang untung adalah pabrik senjata, pabrik pesawat, dan pabrik tank," tambahnya.

Menanggapi ketegangan perang dagang China-AS, JK menilai Pemerintah China memiliki akal cerdik untuk menyerang Amerika Serikat lewat devaluasi atau melemahkan mata uang yuan.

"China ini pintar juga. Jadi dia dikenakan biaya masuk 10 persen oleh Amerika, tapi kemudian dia lemahkan Yuan-nya 10 persen, jadi harganya kembali sama di Amerika," tuturnya.

Strategi devaluasi yuan itu memang menjadikan harga ekspor produk China ke Amerika seperti tidak mengalami kenaikan akibat kebijakan kenaikan tarif impor oleh Presiden Donald Trump. Namun, lanjut JK, strategi China itu bisa saja diserang balik oleh Amerika dengan menaikkan kembali biaya masuk barang dari negeri Tirai Bambu itu.

Meskipun China melemahkan mata uangnya untuk meningkatkan ekspor, JK mengatakan strategi serupa tidak dapat berlaku diterapkan di Indonesia. Apabila rupiah melemah, maka Bank Indonesia akan segera mempersiapkan langkah kebijakan moneter untuk menguatkan rupiah.

"Kalau rupiah lemah, kita semua, BI pasti langsung turun tangan. Padahal China melemahkan (yuan) supaya ekspornya naik. Kita selalu menguatkan rupiah sehingga impor lebih mudah, akibatnya kita mengalami defisit," ujarnya.

Dugaan kesengajaan devaluasi yuan oleh Pemerintah China terindikasi dari pergerakan mata uang tersebut pada Senin (5/8) yang dibuka di level 6,9 per dolar AS. Angka tersebut merupakan yang terendah sejak Desember 2018. Pada akhir perdagangan Senin, kurs CNY (China Yuan) ditutup pada level 7,03 Yuan per dolar AS.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019