• Beranda
  • Berita
  • KKP dorong percepatan Indonesia sebagai poros maritim dunia

KKP dorong percepatan Indonesia sebagai poros maritim dunia

7 Agustus 2019 19:11 WIB
KKP dorong percepatan Indonesia sebagai poros maritim dunia
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja. (Dokumentasi KKP)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong percepatan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan visi yang telah dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo tersebut.

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja dalam rilis di Jakarta, Kamis, menyatakan perlunya pemantapan dan akselerasi terhadap konsep Indonesia sebagai poros maritim untuk lima tahun ke depan.

"Kita berada pada posisi review dan pemantapan kembali. Jadi apa yang telah kita capai dalam lima tahun kemarin, kita mulai melakukan perbaikan, pemantapan dan akselerasi, perbaikan dari apa yang telah kita tata," kata Sjarief.

Ia mengemukakan, dalam tiga tahun pertama pemerintah telah berhasil memberantas IUU Fishing dan telah mampu menghasilkan 16 juta ton ikan per tahun.

Untuk itu, ujar dia, saat ini yang perlu dilakukan adalah membuat rencana aksi untuk pemantapan, membuat peta jalan, serta menunjuk kerja tim lintas departemen guna memastikan seluruh target bisa tercapai.

"Sejak tahun 2014, cetak biru untuk poros maritim di Indonesia sudah tersedia. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, termasuk dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia," ucapnya.

Kepala BPRSDM berpendapat ada lima pilar utama dalam mewujudkan poros maritim, yakni pembangunan kembali budaya maritim Indonesia; menjaga dan mengelola sumber daya laut; infrastruktur dan konektivitas: diplomasi maritim; serta pertahanan dan keamanan.

Namun, lanjutnya, dalam pelaksanaannya, Indonesia masih mengalami berbagai kendala, antara lain IUU Fishing, penurunan minat rumah tangga nelayan, hingga stunting pada anak karena tidak mampu mengonsumsi ikan.

Lebih lanjut Sjarief mengatakan bahwa saat ini masyarakat Indonesia membutuhkan 50 kilogram ikan per orang per tahun. Dengan jumlah penduduk 260 juta, maka ikan yang harus disiapkan untuk konsumsi dalam negeri mencapai 12,8 juta ton.

"Peningkatan stok ikan juga secara otomatis meningkatkan penghasilan nelayan. Saat ini, nilai tukar nelayan melesat naik dari yang semula 102-103 ke 113-114. Sementara itu, nilai tukar usaha perikanan juga naik menjadi 127. Dengan demikian nilai kesejahteraan nelayan saat ini sudah meningkat," ucapnya.

Sebelumnya, pengamat sektor kelautan dan perikanan Sukarman menyatakan bahwa semua calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) harus dapat memperkuat nelayan dan pembudidaya guna mempercepat penerapan Indonesia sebagai poros maritim.

"Nelayan dan pembudidaya adalah garda terdepan poros maritim," kata Sukarman.

Menurut Sukarman yang juga merupakan Presidium Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan itu, penting untuk dievaluasi berbagai kebijakan sektor kelautan dan perikanan dalam konteks konstitusional, khususnya Pasal 33 UUD 1945.

Ia berpendapat bahwa sesuai pasal tersebut, sumber daya dikuasai negara bukan dalam artian negara memiliki, tetapi negara harus benar-benar bertanggung jawab termasuk mengawasi.

Untuk saat ini, ujar dia, masih ada sejumlah regulasi yang tidak dijalankan dengan semestinya, padahal terkait dengan kesejahteraan pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan, seperti ada di sejumlah tempat di mana nelayan kecil masih dipungut retribusinya, padahal berdasarkan UU yang ada seharusnya tidak.

Baca juga: Forum AIS pertegas peran Indonesia sebagai poros maritim dunia

Baca juga: Ketua DPR ingatkan pemerintah manfaatkan potensi ZEE untuk rakyat

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019