"Tingginya harga tiket menjadi penyebab utama pertumbuhan ekonomi angkutan udara mengalami penurunan drastis," ujar Tauhid Ahmad di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa persoalan tersebut menyebabkan penurunan drastis pada angkutan udara yang kemudian memukul pertumbuhan ekonomi di sektor transportasi dan pergudangan.
"Dulu pada 2018 mencapai 8,70 persen namun sekarang hanya 5,78 persen. Jadi ada masalah di subsektor transportasi dan pergudangan," katanya.
Penurunan drastis di angkutan udara merupakan kelanjutan dari penurunan pada triwulan pertama tahun ini.
Sebelumnya pada triwulan kedua 2018 angkutan udara bisa tumbuh 9,58 persen, ternyata pada triwulan tahun ini pertumbuhannya tercatat -13,77 persen.Dengan demikian polemik tingginya harga tiket pesawat ini efeknya berlarut-larut.
"Menurut saya pertumbuhan transportasi udara masih tetap negatif sampai sekarang. Walaupun ada lebaran dan sebagainya, karena tiket masih mahal,ternyata memang tidak menggerakkan sektor transportasi udara," ujar Direktur Eksekutif Indef tersebut.
Tauhid Ahmad mengakui meski ada penyesuaian tarif dan sebagainya melalui peraturan menteri, namun perubahan kebijakan tersebut belum bisa menutupi penurunan yang terjadi pada dua bulan sebelumnya.Dengan demikian belum efektif kebijakan penyesuaian tarif tersebut kepada perekonomian secara menyeluruh.
Indef memandang masalah tersebut secara serius, dan tingginya tiket pesawat diharapkan dapat diselesaikan mengingat dampaknya bukan hanya ke sektor angkutan udara, melainkan juga berdampak ke sektor-sektor lainnya.
Selain itu kebijakan tarif tiket pesawat saat ini disarankan untuk ditinjau kembali implementasinya, mengingat kondisi yang belum normal.
Baca juga: Kemenhub: transportasi udara angkutan Lebaran turun 20-30 persen
Baca juga: Jumlah penumpang pesawat turun 1,20 persen
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019