Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pertanahan yang tengah dibahas DPR RI dan Pemerintah dinilai bertentangan dengan keinginan Presiden Joko Widodo untuk menarik investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo, mengatakan hal itu, di Jakarta, Kamis, menanggapi wacana pro-kontra RUU Pertanahan yang pembahasanya akan diselesaikan pada DPR RI periode saat ini atau ditunda hingga periode berikutnya.
Menurut Firman, jika pembahasan RUU Pertanahan diselesaikan oleh DPR RI periode saat ini, akan menimbulkan sejumlah masalah, karena masih ada sejumlah pasal yang dapat menimbulkan masalah.
Baca juga: Presiden arahkan RUU Pertanahan selesai September 2019
Dalam RUU Pertanahan itu, kata dia, ada juga pasal yang bertentangan dengan komitmen Presiden untuk menyelesaikan konflik agraria secara cepat dan tepat.
Anggota Panitia Kerja RUU Pertanahan itu menjelaskan, Presiden Jokowi semula ingin agar RUU Pertanahan ini dapat membantu menumbuhkan iklim investasi yang dapat mendorong capaian target pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen pada lima tahun mendatang.
Namun dalam prosesnya, kata dia, RUU Pertanahan ini malah mereduksi sejumlah kewenangan lintas kementerian dan lembaga yang justru melemahkan iklim investasi, karena tidak ada koordinasi yang menyeluruh antar-kementerian/lembaga terkait.
Baca juga: Pakar Hukum Agraria setuju pembahasan RUU Pertanahan ditunda
Politisi senior Partai Golkar ini menambahkan, keinginan Presiden Jokowi untuk mempercepat penyelesaian berbagai konflik pertanahan yang menahun dapat terbantu melalui UU Pertanahan ini.
"Namun, dalam pembahasannya, RUU Pertanahan ternyata tidak seperti yang diinginkan Kepala Negara, karena potensi konflik bakal meningkat jika RUU Pertanahan disahkan secara tergesa-gesa pada periode ini," kata Anggota Komisi II DPR RI ini.
Fraksi Partai Golkar DPR RI, menurut dia, berpandangan belum urgen jika RUU Pertanahan disetujui menjadi undang-undang pada periode ini. "Kita ingin RUU ini dapat menjawab lima persoalan pokok terkait penyempurnaan UU Pokok Agraria," katanya.
Kelima persoalan tersebut, kata dia, adalah ketimpangan struktural agraria yang tajam, konflik agraria yang muncul secara struktural dan belum tuntas, kerusakan ekologi yang meluas, laju alih fungsi lahan yang berdampak pada ketahanan pangan, serta struktur agraria yang belum berkeadilan.
Baca juga: REI minta draft RUU PA segera disahkan demi kepastian hukum
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019