Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mendorong pihak-pihak terkait berupaya lebih intensif dalam penanganan sampah yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah bagi daerahnya.Kami melihat ada kesalahan desain dalam penanganan sampah
"Pemprov Bali dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali saat ini tengah mengupayakan langkah nyata dalam penanganan sampah. Kami melihat ada kesalahan desain dalam penanganan sampah khususnya kawasan Sarbagita yang selama ini dipusatkan di TPA Suwung," kata Wagub yang akrab dipanggil Cok Ace itu saat membuka diskusi masalah sampah, di Denpasar, Bali, Jumat.
Dari segi ketersediaan lahan, lanjut dia, TPA Suwung yang luasnya mencapai 32 hektare memang mencukupi jika cara pengolahan sampah dilakukan secara tepat.
Namun, Cok Ace juga mengingatkan kalau secara kultur Bali berbeda dengan kota-kota besar yang ada di Jepang, Inggris dan lainnya yang sukses menerapkan pengolahan sampah berbasis teknologi. "Tidak bisa disamakan, Bali itu berbeda," ucapnya yang juga Ketua PHRI Bali itu.
Di negara-negara maju yang penghasilan penduduknya tinggi, sangat mudah membebankan tipping fee dalam pengelolaan sampah. Jika diterapkan di Bali, hal itu akan menjadi beban bagi masyarakat.
Oleh karena itu, saat ini Pemprov Bali tengah memperjuangkan bebas tipping fee dalam pengelolaan sampah TPA Suwung yang merujuk Perpres Nomor 35 Tahun 2018 telah diserahkan kepada PT PLN (Persero).
"Kita perjuangkan agar masyarakat jangan dibebani," ujarnya pada acara diskusi bertajuk "Bukan Sekadar Memilah Tapi Mengolah Sampah Menjadi Berkah" itu.
Penglingsir Puri Ubud inipun mengapresiasi gagasan PHRI untuk menggelar diskusi terkait penanganan sampah.
Menurutnya, pelaku pariwisata sangat berkepentingan terhadap upaya penanganan sampah karena terkait dengan citra Bali sebagai daerah tujuan wisata.
Ia mengaku ada rasa malu ketika Bali berkali-kali dinobatkan sebagai "The Best Island".
"Apa iya kita lebih hebat dari Kyoto atau kota-kota lain di luar sana yang dikenal bersih," ujarnya mempertanyakan.
Cok Ace berharap seluruh komponen tidak terlena dengan berbagai gelar dan capaian dalam bentuk penghargaan yang selama ini sangat banyak diterima Bali.
Selain persoalan TPA Suwung yang hingga kini masih dicarikan solusi penanganan, Cok Ace juga melontarkan ide pengolahan sampah secara intensif mulai dari hulu.
"Kita bangun tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di tingkat kabupaten atau kalau memungkinkan mulai dari tingkat kecamatan dan desa," ujarnya seraya menyebut keberadaan TPST Desa Seminyak yang telah menjadi percontohan nasional.
Cok Ace mendorong desa-desa lain, khususnya yang wilayah objek wisata mencontoh apa yang telah dilakukan Desa Seminyak.
Sementara itu, Ketua TPST Desa Seminyak Komang Ruditha Hartawan mengatakan bahwa kendala yang paling sulit dalam pengelolaan sampah adalah mengubah pola pikir masyarakat agar mau melakukan pemilahan. Namun hal itu tak membuatnya patah semangat.
Melalui sosialisasi dan pendekatan, kesadaran masyarakat Desa Seminyak dalam melakukan pemilahan sampah telah menunjukkan tanda-tanda peningkatan.
TPST Seminyak saat ini mengolah 149 meter kubik sampah setiap harinya yang sebagian besar merupakan sampah hotel.
Dari total sampah yang masuk setiap harinya, 60 persen didaur ulang menjadi pakan ternak, kompos atau barang lapak yang bisa dijual. Sedangkan 40 persennya adalah residu yang dibuang ke TPA Suwung.
Berdiri sejak tahun 2003, saat ini TPST Seminyak memiliki omzet Rp130 juta-Rp150 juta per bulan.
Baca juga: #DengarYangMuda dorong tata kelola sampah yang inovatif dan kreatif
Baca juga: Koster ajak daerah lain tak takut buat regulasi pengurangan sampah
Baca juga: Bali Big Eco Forum serukan aksi nyata lawan sampah plastik
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019