Duyung tersebut, yang oleh masyarakat Thailand dinamai Marium, yang berarti "nyonya laut", berada di bawah pengawasan pihak berwenang Thailand sejak ia ditemukan terdampar di sebuah pantai di provinsi selatan Krabi pada bulan April lalu.
Tim pengawas telah memberi susu dan rumput laut sebelum melepaskannya kembali ke laut beberapa kali. Tetapi, bayi duyung itu selalu kembali dengan membawa luka-luka dari laut.
Pekan lalu, Marium dinyatakan sakit. Ia tidak mau makan dan kehilangan banyak berat badan, kata Nantarika Chansue, salah satu dokter hewan yang merawatnya.
Bayi duyung itu dinyatakan mati oleh Departemen Sumber Daya Kelautan dan Pesisir di halaman Facebook departemen. Tim beranggotakan 10 dokter hewan melakukan autopsi pada Marium. Lima jam setelah sang bayi mati, mereka menyimpulkan bahwa sampah plastik adalah penyebab kematian Marium.
"Banyak potongan plastik kecil menyumbat ususnya dan menimbulkan peradangan, yang menyebabkan infeksi darah dan radang paru-paru," kata Nantarika di Facebook.
"Semua orang sedih dengan kehilangan ini, tetapi kondisi ini menegaskan bahwa kita perlu menyelamatkan lingkungan untuk menyelamatkan hewan laut langka ini."
Duyung terdaftar sebagai salah satu dari 19 hewan liar yang dilindungi undang-undang Thailand, yang melarang hewan-hewan itu diburu atau diperdagangkan.
Pada Juni, sebuah perhimpunan 10 negara Asia Tenggara, termasuk Thailand, mengesahkan deklarasi bersama untuk memerangi sampah laut di kawasan tersebut.
Sumber: Reuters
Baca juga: Seekor duyung ditemukan mati terjerat jaring di Tanjungpinang
Baca juga: Plastik ditemukan di perut penyu mati di Bali
Baca juga: Sampah plastik penuhi perut paus mati di Thailand
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019