Menurut Syafrin, penetapan kebijakan perluasan aturan ganjil-genap diambil setelah Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan melakukan simulasi dari berbagai alternatif.
"Jadi tidak hanya satu, tetapi ada beberapa alternatif yang coba kami simulasikan. Dari simulasi itu, kami lihat dari empat aspek," kata Syafrin, di Balai Kota Jakarta, Selasa.
Keempat aspek tersebut adalah kinerja traffic, perbaikan lingkungan, aspek sosial dan aspek ekonomi yang terjadi saat simulasi dilakukan.
Diungkapkan Syafrin, dari berbagai model yang disimulasikan, yang paling mencapai titik optimum dengan mencakup empat aspek tersebut adalah saat ini sedang diujicobakan.
"Misalnya, sepeda motor diterapkan, tentu kita harus paham bahwa ini terkait dengan efektivitas kebijakan sampai ke level implementasi ke masyarakat. Ini juga dikaji, jadi ada analisis yang berproses di dalamnya," ujar Syafrin.
Dari simulasi tersebut, juga dilihat grafik kualitas udara yang dihasilkan. Dari semua simulasi yang ada, pembebasan motor dari ganjil genap adalah yang terbaik.
"Kami ambil kesimpulan bahwa yang oke adalah yang sekarang sedang diimplementasikan. Motor tidak kena ganjil genap," kata Syafrin.
Adanya potensi peningkatan jumlah sepeda motor di Jakarta akibat pengecualian dalam kebijakan ganjil-genap tersebut, Syafrin meyakini warga Jakarta sudah semakin cerdas dan paham kalau mereka mengendarai sepeda motor berpotensi terpapar penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
"Selain itu, untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, kami juga telah melakukan rekayasa lalu lintas dengan melakukan kanalisasi jalur sepeda motor di mana nantinya sepeda motor wajib berada di jalur kiri," kata Syafrin.
Baca juga: Hari kelima uji coba ganjil genap masih banyak pelanggaran di Salemba
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengkritik kebijakan perluasan pembatasan kendaraan bermotor melalui nomor pelat mobil ganjil dan genap yang membebaskan motor dari kebijakan.
Kedua lembaga swadaya masyarakat (LSM) ini, meminta motor juga dimasukkan ke dalam kebijakan ini karena turut berkontribusi cukup besar dalam polusi udara di Jakarta.
Baca juga: YLKI nilai ganjil genap tak efektif tekan kemacetan dan polusi Jakarta
Berdasarkan data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), polusi yang dihasilkan dari sepeda motor sebesar 44,53 persen, dua kali hingga tiga kali lebih besar bila dibandingkan dengan polusi yang dihasilkan mobil (16,11 persen), bus (21,43 persen), truk (17,7 persen), dan bajaj (0,23 persen).
"Harapan kami sepeda motor dimasukkan, kan datanya paling besar emisinya karbon monoksidanya dua kali lipat, hidrokarbon delapan kali lipat, nitrogen dioksidanya hampir dua kali lipat dari mobil. Jumlahnya juga paling besar di Jakarta adalah motor, di Jabodetabek 40 juta kendaraan dengan perkiraan 20 juta kendaraan masuk ke Jakarta yang 15 juta di antaranya adalah motor," ujar Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin di tempat lainnya.
"Selain itu, dalam konteks nondiskriminasi dalam aturan juga ini jadi tidak fair. Padahal sepeda motor juga dipakai oleh masyarakat menengah ke atas," katanya menambahkan.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019