"Rabu kemarin DPRD sudah mengundang Pemprov, UNHCR dan IOM membicarakan soal pencari suaka. Di sana disepakati bahwa batasnya pada tanggal 31 Agustus bukan lagi wewenang Pemprov, tapi dikembalikan ke UNHCR," kata Prasetio di Jakarta, Kamis.
Prasetio mengatakan seharusnya yang bertanggungjawab atas para pengungsi dan pencari suaka ialah Komisioner Tinggi PBB untuk pengungsi (United Nation High Commissioner for Refugees/UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration/IOM), yang didukung pemerintah pusat untuk penyelesaian administratifnya.
Baca juga: Pencari suaka desak UNHCR percepat proses administrasi pindah negara
"Kami meminta UNHCR dan IOM siap membantu untuk memulangkan para pengungsi ini ke negara asal. Karena bukan apa-apa, kemampuan kita juga enggak ada. Sangat mengganggu di wilayah, jalan Kebon Sirih, perkantoran ini," ucap dia.
Sejauh ini DKI sendiri menampung para pencari suaka sekitar 1.500 orang di kawasan Kali Deres, Jakarta Barat. Sementara itu total jumlah pencari suaka yang berada di Jakarta ada sekitar 14 ribu orang dengan 8.000 ditangani IOM.
Baca juga: Petugas keluhkan kesadaran pencari suaka Kalideres menjaga kebersihan
"Sudah 41 hari ya kita membantu mereka, yang kebetulan, pendanaan kita juga tidak mencukupi juga kalau terus menerus," ujar Prasetio.
Terkait usulan UNHCR agar para pencari suaka bisa bekerja di Indonesia sebagai bentuk kontribusi mereka karena hidupnya dibantu, Prasetio melihat hal tersebut akan jadi permasalahan baru yang efeknya akan banyak penumpukan tenaga kerja asing.
"Itu masalah baru lagi karena penilaian mudahnya dapat pekerjaan di Indonesia. Putusannya ada di UNHCR dan IOM sekarang, kalau dia mau pulang silakan dipulangkan lewat IOM. Kalau mau diterima di negara ketiga silakan dibawa ke sana. Kan lama-lama mengkikis abis. Tapi kalau dilepas begini, istilahnya mendekam di Indonesia, lama-lama bertambah," ujar Prasetio.
Bantuan sosial DKI Jakarta bagi para pengungsi dan pencari suaka diwacanakan akan dihentikan seluruhnya pada tanggal 31 Agustus 2019 dengan pengosongan gedung eks Kodim Kalideres, Jakarta Barat, yang saat ini jadi tempat penampungan.
Bahkan, DKI telah menghentikan bantuan berupa kesehatan, logistik, dan air kepada sekitar 1.192 para pencari suaka dari berbagai negara di sana, mulai Rabu (21/8) malam.
UNHCR yang merupakan penanggung jawab ribuan pencari suaka di Kalideres, Jakarta Barat itu, mengaku memiliki keterbatasan membantu para pencari suaka, yang kini hidup di penampungan di gedung eks Kodim Kalideres.
Mereka menawarkan usulan agar para pencari suaka diberdayakan oleh pemerintah Indonesia sebagai bentuk kontribusi mereka karena telah dibantu hidup di Indonesia,
“Kami lihat mereka memiliki keahlian dan kapasitas untuk membantu menghidupi mereka sendiri,” kata Senior Protection Officer UNHCR Julia Zajkowski, saat Rapat Penanganan Pencari Suaka di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (21/8).
UNHCR kini sedang melakukan kajian jangka menengah untuk mengidentifikasi pemberian bantuan. Kajian ini bertujuan menentukan sosok pencari suaka yang rentan, sehingga mereka berhak mendapatkan bantuan berupa uang tunai dan memperoleh kartu identitas berstatus pengungsi yang dikeluarkan oleh lembaga UNHCR.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019