Sejumlah imigran pencari suaka dari berbagai negara menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Jalan Imam Bonjol, Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis.Bosan hidup seperti ini. Kami hanya makan, tidur, untuk mencari kerja tidak boleh, katanya
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap organisasi PBB yang tak kunjung memberangkatkan mereka ke negara tujuan suaka seperti Australia, Selandia Baru, Amerika dan Kanada.
Mereka kesal karena negara maupun UNHCR tak memperbolehkan mereka bekerja, padahal sudah tinggal di Kota Medan selama bertahun-tahun.
Baca juga: Imigran hentikan demo lantaran menghargai HUT Republik Indonesia
Salah seorang imigran asal Palestina, Ibrahim Basir, mengaku sudah bertahun-tahun tinggal di Kota Medan. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan dari UNHCR,
"Bosan hidup seperti ini. Kami hanya makan, tidur, untuk mencari kerja tidak boleh," katanya.
Selama hidup di Indonesia, mereka hanya mengharapkan dana bantuan dari PBB yang dikelola oleh lembaga non pemerintah, International Organization for Migration (IOM) dan UNHCR.
Seorang imigran mendapat bantuan biaya hidup sebesar Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta per bulan.
Baca juga: Ratusan pencari suaka di Pekanbaru demo di kantor IOM
Menurut mereka, angka tersebut tidak cukup untuk membiayai kehidupan mereka di kota besar seperti Medan, sedangkan mereka tidak diperbolehkan mencari kerja guna mendapat penghasilan tambahan.
Pengunjuk rasa juga mengatakan bahwa uang donasi dari negara-negara lain untuk mereka dipangkas oleh IOM. Anak-anak mereka juga tidak bisa mendapat pendidikan formal selama tinggal di Indonesia.
Baca juga: Ratusan pencari suaka tuntut percepatan penempatan
Belum lagi dengan biaya kesehatan yang juga tak mereka peroleh. Bahkan, jika ada imigran atau anak mereka yang sakit, tidak bisa langsung diobati.
Hal-hal itulah yang memaksa mereka melakukan aksi unjuk rasa, dan meminta Pemerintah Indonesia dan UNHCR segera memberangkatkan mereka ke negara tujuan suaka.
Pewarta: Nur Aprilliana Br. Sitorus
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019