“Kebijakan insentif ataupun disinsentif fiskal yang tepat diharapkan selain mampu mengatasi ancaman disruptif, tapi juga menciptakan peluang positif bagi perekonomian," kata Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Menurut Esther, sejauh ini pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan insentif yang tepat, dalam mendorong pelaku ekonomi khususnya industri yang menghasilkan produk-produk inovatif dan dapat bersaing di era industri 4.0.
Pemerintah pun sudah memulainya dengan memberikan kebijakan insentif fiskal bagi kendaraan bermotor listrik, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, pada 5 Agustus 2019, berupa pengurangan pada Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan insentif non-fiskal lainnya.
Namun lanjutnya, pemerintah sebaiknya memperluas cakupan kebijakan insentif dan disinsentif fiskal untuk industri yang berdampak positif bagi lingkungan dan kesehatan, seperti energi terbarukan, produk tembakau yang dipanaskan tanpa tar, dan lainnya.
Dicontohkan, di Jepang, Korea Selatan, Filipina, Selandia Baru, dan Inggris sudah menerapkan insentif cukai untuk produk tembakau yang dipanaskan tanpa tar. Produk tersebut dinilai memiliki risiko lebih rendah dibandingkan rokok karena tidak melalui proses pembakaran.
“Di negara-negara itu, tarif cukai untuk produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah dari pada rokok. Melihat perkembangan tersebut, sudah saatnya Indonesia menerapkan kebijakan insentif fiskal untuk mendorong produk-produk inovasi dengan konsep pengurangan dampak negatif,” ujarnya.
Sejumlah negara juga sudah memberikan insentif fiskal bagi produk yang mengurangi emisi gas rumah kaca, dan produk lainnya yang berdampak positif pada lingkungan. Hal ini dibahas pada agenda United National Climate Change Conference (UNFCCC) pada Desember 2018.
“Mereka sepakat mendorong industri yang lebih hijau dalam operasional usahanya demi pembangunan nasional berkelanjutan. Industri yang berdampak positif bagi lingkungan dan kesehatan publik sangat layak memperoleh insentif fiskal,"jelas Esther.
Untuk itu pemerintah sebagai regulator dapat menggunakan instrumen fiskal, seperti pajak dan cukai, untuk menciptakan kebijakan insentif atau disinsentif guna mendukung birokrasi yang luwes serta mendorong pelaku ekonomi untuk mencapai target pemerintah.
"Pemerintah tidak perlu ragu untuk memberikan insentif fiskal bagi produk yang ramah lingkungan dan kesehatan, karena kebijakan ini akan mendorong masyarakat pindah ke produk alternatif yang lebih baik dari sisi lingkungan maupun kesehatan,” katanya.
Baca juga: Kemenperin ajukan keringanan PPN bagi industri daur ulang
Baca juga: Insentif untuk produsen kantong plastik akan dikurangi
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019