"Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga zakat dan wakaf menjadi sangat strategis," katanya pada acara sosialisasi pengelola zakat dan wakat dalam meningkatkan profesionalisme nazir dan amil zakat diselenggarakan oleh Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tengah, di Palu, 26 – 28 Agustus 2019 di Palu, Selasa.
Di samping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, Rektor Pertama IAIN Palu itu mengemukakan, zakat dan wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial).
Karena itu, kata dia, dibutuhkan pendefinisian ulang terhadap zakat dan wakaf agar memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan menjadi sangat penting.
Prof Zainal Abidin yang merupakan Ketua MUI Kota Palu itu menerangkan, dalam fiqh klasik, kategori harta kena zakat adalah, binatang ternak (unta, sapi, domba, kambing, kerbau), emas dan perak, barang dagangan, harta galian, hasil pertanian. Kategori ini mencerminkan konteks sumber pencaharian masyarakat pada masa itu.
Lalu bagaimana dengan konteks masyarakat saat ini ?, bagaimana dengan profesi dokter, kontraktor, psikolog, pengacara, dan professional lainnya yang memiliki harta kekayaan dari profesinya jauh melebihi penghasilan seorang petani atau peternak. Dia mengatakan Islam sangat menjunjung tinggi prinsip keadilan, karena keliru bila mewajibkan zakat kepada petani dan membebaskan pemilik (persewaan) apartemen yang penghasilannya sepuluh kali lipat dari petani, atau dokter yang penghasilan seharinya boleh jadi sama dengan penghasilan petani dalam setahun, sangat bertentangan dengan prinsip keadilan.
Menurut dia, pengaturan wakaf dalam fiqh klasik hanya menyangkut perwakafan benda tak bergerak yang lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan konsumtif, seperti masjid, madrasah, kuburan, yayasan yatim piatu, pesantren,dam sekolah
"Dalam konteks saat ini, apakah wakaf tidak bisa dalam bentuk uang, saham dan hak cipta yang pada prinsipnya dapat bersifat kekal dari segi nilai meski tidak dalam bentuk fisiknya. Artinya, aspek manfaat dari harta itu yang merupakan substansi dari tujuan wakaf tetap terjaga," kata Prof Zainal Abidin yang juga Rois Syuria Nahdlatul Ulama Sulteng itu.
Ia menegaskan, Islam adalah agama yang memiliki ciri khas dan karakter “Tsabat wa Tathowur” berkembang dalam frame yang konsisten, artinya Islam tidak menghalangi adanya perkembangan-perkembangan baru selama hal tersebut dalam kerangka atau farme yang konsisten.
Di sinilah pijakan utama mengapa fiqh bersifat dinamis, sejalan dengan dinamika peradaban umat manusia. Prinsip ini pula yang menjadi acuan dalam memaknai zakat dan wakaf kontemporer.
Dia mengatakan pengembangan-pengembangan dalam zakat dan wakaf saat ini antara lain meliputi, perluasan jenis harta zakat dan wakaf, seperti zakat profesi dan wakaf uang. Regulasi pengelolaan wakaf, peraturan perundang-undangan, bidang manajemen zakat dan wakaf, administrasi, pengumpulan dan penyaluran/pemanfaatannya.
"Pengembangan tersebut pada dasarnya diarahkan untuk kepastian hukum, memperluas nilai manfaat serta pelaku zakat dan wakaf, jadi semata-mata didasarkan pada tujuan kemaslahatan," ujar Zainal Abidin.
Baca juga: Festival Literasi Zakat dan Wakaf 2019 dorong pemahaman soal ziswaf
Baca juga: Zakat dan wakaf bisa menjadi kekuatan ekonomi Indonesia, menurut Faisal Basri
Baca juga: Indonesia inisiasi standar pengelolaan wakaf
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019