Dua “musibah” tahunan itu sejatinya selalu datang silih berganti, dan membutuhkan perhatian serius, terutama dari pemerintah dalam upaya mengurangi dampaknya.
Tahun lalu sejumlah daerah di Pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa Barat diluluhlantakkan gempa beruntun.Puluhan ribu rumah warga hancur akibat bencana tersebut.
Kini di tengah kesibukan sebagian warga membenahi rumahnya yang hancur akibat gempa, mereka harus menghadapi kekeringan dan kesulitan air bersih akibat kemarau.
Kekeringan akibat musim kemarau yang melanda provinsi yang dijuluki Bumi Gora itu semakin meluas dari sebelumnya 298 desa kini bertambah menjadi 301 desa. Jumlah desa yang dilanda kekeringan itu diperkirakan masih akan bertambah.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTB H Ahsanul Khalik mengatakan hingga saat ini jumlah desa yang terdampak akibat kekeringan sudah 301 desa yang tersebar di 68 kecamatan dan sembilan kabupaten dan kota di NTB.
Berdasarkan data yang dihimpun BPBD NTB hingga 4 Juli 2019 di sembilan kabupaten/kota yang terdampak parah kekeringan terbanyak di Kabupaten Lombok Tengah meliputi 83 desa di sembilan kecamatan dengan jumlah kepala keluarga (KK) yang terdampak mencapai 69,380 KK atau 273.967 jiwa.
Selain itu Kabupaten Sumbawa dengan 42 desa di 17 kecamatan dengan jumlah yang terdampak sebanyak 20,189 KK atau 80.765 jiwa, Kabupaten Lombok Timur dengan 37 desa di tujuh kecamatan dengan jumlah terdampak 42.546 KK atau 128.848 jiwa.
Sementara Kabupaten Bima dengan 35 desa di sembilan kecamatan dengan jumlah sebanyak 1.732 KK atau 5.660 jiwa. Kabupaten Dompu dengan 33 desa di delapan kecamatan dengan jumlah terdampak 15.094 KK atau 48.717 jiwa.
Dampak kekeringan itu melanda warga di Kabupaten Lombok Barat dengan 25 desa di enam kecamatan dengan jumlah terdampak 16.246 KK atau 64.985 jiwa.
Kota Bima di 13 kelurahan meliputi empat kecamatan dengan jumlah terdampak mencapai 6.014 KK atau 17.597 jiwa dan Kabupaten Sumbawa Barat terjadi 13 kelurahan di tiga kecamatan dengan jumlah terdampak mencapai 2.660 KK atau 10.084 jiwa.
Secara keseluruhan jumlah warga yang terdampak kekeringan itu mencapai 183.250 KK atau 658.759 jiwa.
Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Provinsi dan kabupaten kota dalam mengatasi dampak musibah tahunan itu agar warga yang saat ini masih berjuang untuk membenahi tempat tinggal mereka tidak semakin sudah.
Untuk mengatasi dampak kekeringan tersebut, kata Ahsanul Khalik, BPBD NTB tak tinggal diam, namun langsung berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota.
Bahkan BPBD NTB juga langsung berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi NTB untuk menanggulangi dampak bencana kekeringan tersebut.
Akhsanul Khalik mengatakan kalau kabupaten/kota kesulitan dalam pendistribusian air, BPBD NTB siap mendistribusikan dan sudah disiapkan mobil tangki untuk pendistribusian air bersih.
Dia mengatakan BPBD NTB juga bekerja sama dengan sejumlah LSM dan PMI untuk membantu pendistribusian air. Anggarannya sedapat mungkin menggunakan dana tak terduga.
Namun, katanya, terkait warga yang terdampak kekeringan masih bisa ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota, sebab sudah ada dana khusus untuk penanganan kekeringan.
Akhsanul Khalik mengatakan BPBD NTB akan bergerak setelah ada penetapan status tanggap darurat, namun sampai saat ini belum ada kabupaten/kota yang membuat surat keputusan (SK) tanggap darurat.
Kekeringan pada musim kemarau 2019 ini nampaknya akan berlangsung cukup panjang dan ini berarti dampak kekeringan itu akan semakin meluas yang mengakibatkan terjadinya krisis air bersih dan juga berdampak terhadap sektor pertanian,
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah merilis data dari bulan Juli hingga Agustus, hari tanpa hujan (HTH) di NTB akan cukup panjang di beberapa wilayah.
Untuk Pulau Sumbawa hampir merata HTH antara 30 - 60 hari, bahkan ada wilayah yang mencapai antara 30 - 70 Hari. Sementara di Pulau Lombok antara 20 - 30 Hari, kecuali Lombok Bagian selatan HTH-nya antara 30 - 60 Hari.
Karena itu Ahsanul Khalik berharap masyarakat dengan segenap perangkat desa dan dusun agar memerhatikan dengan baik masalah kekeringan ini bebrapa bulan ke depan, karena masalah kekeringan juga bisa menimbulkan berbagai masalah sosial kemasyarakatan.
Krisis air
Kekeringan yang melanda NTB berdampak luas terhadap sebagian warga, selain berdampak terhadap sulitnya mendapatkan air untuk irigasi, kemarau panjang ini juga menyebabkan terjadinya krisis air bersih.
Sebagian warga terpaksa mencari air dengan berjalan kaki cukup jauh. Konisi ini mendorong sejumlah lembaga sosial untuk membantu meringankan beban warga yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, tak terkecuali lembaga kemanusian Aksi Cepat Tanggap (ACT).
ACT yang cukup banyak membantu warga yang terdampak gempa pada 2018 kini kembali meringankan beban sebagian warga di Pulau Lombok dengan membantu air bersih.
Tim ACT NTB menyalurkan air bersih untuk warga Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, pada Kamis (22/8/). Ini merupakan rangkaian dari kegiatan distribusi air yang telah dilakukan ACT sejak gempa setahun yang lalu.
Lembaga sosial dan kemanusiaan ACT menyalurkan bantuan air bersih sebanyak 21 unit truk tangki untuk Desa Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur.
Iring-iringan puluhan unit mobil tangki pengangkut air bersih untuk warga di tujuh dusun dilepas oleh Kepala Cabang ACT NTB Lalu Alfian, bersama perwakilan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lombok Timur Lalu Habib dan Kepala Desa Sekaroh Mansur di Masjid Al Muntaha Dusun Turuk.
Bantuan air bersih ACT dengan truk tangki ini mendistribusikan air bersih di tiap-tiap dusun yang mengalami kesulitan air bersih. Masing-masing berisi 5.000 liter.
Distribusi air bersih untuk warga Desa Sekaroh telah dimulai sejak awal Juni 2019 dan akan terus berlanjut karena warga kesulitan mendapatkan air bersih selama musim kemarau.
Menurut Alfian, sebanyak 21 unit truk tangki air bersih tersebut adalah rangkaian dari kegiatan distribusi air yang telah dilaksanakan sejak gempa setahun yang lalu.
Dia berharap dengan pelepasan puluhan unit mobil truk pengangkut air bersih tersebut bisa menggugah masyarakat lainnya yang tidak merasakan kesulitan air saat musim kemarau untuk bisa tergerak membantu saudara yang membutuhkan dalam bentuk sedekah air, donasi air atau sumur wakaf.
Sementara itu, perwakilan BPBD Kabupaten Lombok Timur Lalu Habib mengatakan, kolaborasi seperti ini adalah bentuk kerja sama yang baik dengan organisasi nonpemerintah dalam membantu upaya pemerintah mengatasi daerah-daerah yang mengalami krisis air bersih saat kemarau.
Kepala Desa Sekaroh Mansur juga menyatakan sangat berterima kasih atas bantuan air bersih yang diberikan oleh ACT kepada warganya.
Akibat krisis air itu kondisi warga Sekaroh cukup memprihatinkan. Mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli air bersih yang hanya dipakai untuk minum dan mencuci, sedangkan untuk mandi masih mengandalkan sumur-sumur galian yang rasa airnya payau.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hingga awal Agustus 2019, beberapa wilayah sudah mengalami kekeringan level ekstrem karena tidak turun hujan lebih dari 90 hari.
Kondisi ini memiliki dampak lanjutan terhadap kekeringan pertanian dan kekurangan air bersih masyarakat.
Merespons kondisi itu, ACT akan mendistribusikan sebanyak 2,1 juta liter air bersih per hari di 28 cabang kantor ACT dengan total 500.000 penerima manfaat per hari.
Sementara untuk empat bulan terakhir ini, ACT telah memproses kurang lebih 1.400 sumur wakaf di seluruh Indonesia. Tahap awal penanganan kekeringan, ACT pun akan menyuplai kebutuhan air melalui mobile water tank dengan total 60 juta liter per bulan.
Ke depannya, ACT NTB akan terus mendistribusikan dua sampai tiga mobil tangki air bersih ke dusun-dusun yang terdampak kekeringan di Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru.
Berdasarkan asesmen tim ACT di lapangan, kesulitan air bersih juga di alami oleh warga Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, dan Jeringo, Kabupaten Lombok Utara, serta Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur.
Khusus di Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, ACT sudah mendistribusikan bantuan air bersih sejak Maret 2019, dan masih berlanjut hingga saat ini.
Sejatinya dua "musibah" ini selalu menjadi momok bagi sebagian warga NTB. Ketika musim penghujan sebagian wilayah provinsi BUMI Gora ini tak terelakkan dari bencana banjir, sebaliknya ketika musim kemarau sebagian wilayah NTB dilanda kekeringan.
Baca juga: Sembilan Kabupaten di NTB alami kekeringan
Baca juga: 298 desa di NTB alami kekeringan
Baca juga: BPBD: 200 desa di NTB alami kekeringan
Pewarta: Masnun
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019