Hakim tinggi Pengadilan Tinggi Bali saat ini melamar sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai adalah hal yang lucu bagi para pegawai KPK untuk menggugat keputusan pimpinannya sendiri.Tata kelola organisasi internal KPK ada problem yang lucu-lucu.
"Tata kelola organisasi internal KPK ada problem yang lucu-lucu, kemarin pegawai KPK menggugat keputusan pimpinan KPK. Mahkamah Agung begitu besar SDM-nya 32 ribu, hakim 9.600 orang, tapi saya belum pernah dengar hakim dipindah ke Manado lalu gugat ke MA, lalu ada OTT yang pimpinan tidak tahu, ada persoalan dalam organisasi itu, organisasi KPK tidak sehat," kata Nawawi, di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu.
Nawawi menyampaikan hal tersebut dalam uji publik seleksi capim KPK 2019-2023 pada 27-29 Agustus 2019 dan diikuti 20 capim. Per hari, Pansel KPK melakukan wawancara terhadap 7 orang capim yang dilakukan bergantian selama satu jam.
Ada tiga orang pegawai KPK memenangkan gugatan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta terkait surat keputusan pimpinan mengenai cara mutasi di lingkungan KPK. Sebelumnya pada 11 Maret 2019 lalu, majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan ketiganya, tapi ketiganya lalu mengajukan banding.
"Langkah kebijakan KPK berada 'on the right track', tapi seperti 'treadmill' yang nampak berat dan kencang tapi senyatanya jalan di tempat, itu bahasa Prof Romly, tapi ada juga yang mengatakan sempoyongan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 2008 hanya 20, tapi 2018 hanya ke-38, soal IPK bukan berapa kali OTT KPK tapi lebih baik kalau sistem pencegahan lebih baik," ujar Nawawi.
Baca juga: Jasman klarifikasi soal tuduhan terima uang terkait perkara DL Sitorus
Bila terpilih, Nawawi mengatakan akan melakukan tiga langkah, yaitu koordinasi supervisi, optimalisasi tindak pidana pencucian uang dan tata kelola organisasi KPK.
"Di MA yang karyawannya 32 ribu, sedangkan KPK 1.600 orang SDM tidak ada cerita ada karyawan bisa menggugat, kalah lagi di pengadilan, itu sesuatu yang lucu. Bagaimana KPK bisa memberikan 'coach' ke lembaga negara kalau lembaganya seperti itu. KPK harus bisa menjadi 'coach' bagi lembaga itu," ujar Nawawi.
Baca juga: Jasman: OTT KPK seperti mengintip
Nawawi yang pernah mengadili kasus Luthfi Hasan Ishaaq, Fatonah, Irman Gusman, Patrialis Akbar itu, juga mengaku sudah pernah beberapa kali menjadi pimpinan pengadilan, 4 tahun Ketua PN Poso, Wakil Ketua PN Bandung, Ketua PN Samarinda, dan Ketua PN Jakarta Timur.
"UU jelas menyatakan bahwa untuk menjadikan KPK efektif dan efisien adalah penguatan koordinasi dan supervisi, tapi bukan seperti ada dua jaksa tertangkap malah dikasih ke Kejaksan Agung, ini koordinasi yang kebablasan, itu bukan domain dia, kalau sudah ditangkap ya sudah bagianmu, domain KPK itu kan perkara aparatur hukum, penyelenggara negara, perkara menarik dan perkara kerugian minimal Rp1 miliar," kata Nawawi.
Baca juga: Muhammadiyah sebut ada upaya pelemahan KPK
Perkara yang dimaksud Nawawi adalah OTT KPK terhadap tiga orang jaksa Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, namun dua orang jaksa diserahkan penanganan perkaranya ke Kejaksaan Agung, sedangkan KPK hanya menangani perkara Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto.
Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel, yaitu Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek, dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis, yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.
Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK pada Jumat (23/8) mengumumkan 20 orang yang lolos lolos seleksi "profile assesment". Mereka terdiri atas akademisi/dosen (3 orang), advokat (1 orang), pegawai BUMN (1 orang), jaksa (3 orang), pensiunan jaksa (1 orang), hakim (1 orang), anggota Polri (4 orang), auditor (1 orang), komisioner/pegawai KPK (2 orang), PNS (2 orang), dan penasihat menteri (1 orang).
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019