Kementerian Perindustrian mendorong industri di Indonesia selalu memperhatikan aspek ramah lingkungan untuk menopang daya saing produk yang dihasilkan, sehingga mampu berkompetisi di kancah domestik dan global.Penerapan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian bertujuan untuk mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, maju, dan industri hijau.
“Penerapan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian bertujuan untuk mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, maju, dan industri hijau,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Jumat.
Airlangga menyampaikan hal itu pada Social Business Innovation & Green CEO Award 2019 di Jakarta.
Menperin menjelaskan, pihaknya aktif mengampanyekan konsep ekonomi sirkular, yaitu Reduce, Reuse, Recycle, Recovery dan Rethink kepada pelaku industri.
Konsep tersebut berarti tidak hanya mengolah limbah namun dapat mendorong efisiensi, memproduksi barang yang dapat digunakan kembali, memproduksi barang mudah terurai oleh alam, dan mendorong pemanfaatan sampah sebagai energi alternatif.
“Bahkan, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri, perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri wajib memanfaatkan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan,” paparnya.
Baca juga: Kemenperin ajak pemangku kepentingan permudah bahan baku IKM
Airlangga menambahkan, langkah strategis tersebut sejalan dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, yang salah satu program prioritasnya menekankan pada standar-standar keberlanjutan. Jadi, sektor industri mendukung terhadap pelestarian lingkungan hidup melalui pemanfaatan teknologi.
“Dengan memanfaatkan teknologi, perusahaan memungkinkan untuk memperpanjang siklus pakai suatu aset dan sumber daya, meningkatkan utilisasi, menciptakan pemulihan material dan energi untuk penggunaan lebih lanjut, serta menurunkan emisi dan penggunaan sumber daya dalam prosesnya,” jelasnya.
Menperin menyebutkan, salah satu sektor manufaktur yang tengah dipacu pemerintah untuk hal itu, yakni industri otomotif. Ini diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Perpres tersebut juga merupakan wujud konkret dari komitmen Pemerintah Indonesia dalam menjaga kemandirian energi nasional sekaligus perwujudan komitmen yang telah disampaikan pada UN Climate Conference, COP 21 di Paris, di mana Pemerintah Indonesia diharapkan dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (CO2) sebesar 29 persen pada 2030 tanpa bantuan internasional, dan 41 persen dengan bantuan internasional.
Di samping itu, pemerintah sedang memfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
“Dalam skema PPnBM yang baru, akan ditambahkan parameter penghitungan konsumsi bahan bakar dan emisi CO2. Ini juga untuk menyesuaikan minat konsumen global, sehingga kita bisa mendorong produksi kendaraan yang dapat memenuhi kebutuhan pasar ekspor,” tuturnya.
Baca juga: Baran Energy siap dukung rencana Jokowi bangun "green city"
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019