Presiden Joko Widodo menyebut beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia ada di Pulau Jawa. Selain itu beban Kota Jakarta sebagai kota pusat pemerintahan dan bisnis sudah sangat padat.
Pemerintah telah melakukan kajian kepada sejumlah calon kawasan ibu kota dan menilai jika ibu kota pemerintahan tetap di Pulau Jawa maka bebannya akan semakin berat.
Indonesia membebankan pusat ekonomi dan pusat pemerintahan di Pulau Jawa sehingga kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan air sudah sangat parah. Tidak hanya itu Kesenjangan ekonomi antara Pulau Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat meski pun sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah.
Data dari Kantor Staf Presiden yang diterima ANTARA menyebut dipilihnya Ibu kota baru pindah ke Kabupaten Penajem Paser Utara (PPU) dan Kukar karena secara kajian minim bencana, baik banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, maupun tanah longsor.
Dua kabupaten ini juga berada di tengah wilayah Indonesia dan berdekatan dengan wilayah perkotaan yang berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda.
Keputusan ini mendapatkan dukungan dari Ketua DPR RI Bambang Soesatyo yang menyebut pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur sudah mempertimbangkan berbagai aspek untuk membangun Indonesia baru.
Dukungan serupa juga datang dari Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Abdul Kadir Karding yang mengatakan bahwa kondisi Jakarta sebagai ibu kota negara saat ini sudah "over load" sehingga sangat sering terjadi kemacetan lalu lintas serta terjadi banjir pada musim hujan.
Tidak hanya itu, menurut Karding, Presiden Jokowi juga berkeinginan agar percepatan pembangunan di Indonesia dapat berjalan lebih merata dan menyeluruh dengan membangun 10 kota besar menjadi kawasan kota metropolitan baru, sehingga aktivitas dan pertumbuhan ekonomi lebih cepat dan merata.
Baca juga: Pemindahan ibu kota diperkirakan sulit dikebut
Baca juga: Pakar nilai pemindahan ibu kota negara kebijakan hukum yang futuristik
Wujudkan pemerataan
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr Slamet Rosyadi mengatakan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur akan menjadi solusi efektif untuk mewujudkan pemerataan.
Dia mengatakan Jakarta nantinya bisa menjadi kota bisnis dan perdagangan. Sedangkan Kalimantan Timur bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan.
Pemindahan ibu kota merupakan wacana yang baik, mengingat selama ini pusat ekonomi dan fasilitas modern sebagian besar berada di Jakarta. Sementara daerah-daerah lain seperti di luar Jawa menjadi kurang berkembang.
Pemisahan kota dagang dan industri dengan ibukota negara juga akan membawa dampak yang positif, dengan contohnya ibu kota Australia yakni Canberra yang dirancang sebagai ibu kota negara, bukan merupakan kota dagang atau industri.
Sedari awal Canberra didesain sebagai pusat administrasi pemerintahan, dengan tujuan supaya warga yang membutuhkan layanan administrasi akan mengalami kemudahan dan tidak perlu bersusah payah karena terjebak kemacetan.
Mengurangi Kepadatan
Rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan Timur dinilai tepat oleh Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom.
Kim melihat alasan utama dan terpenting di balik keputusan Presiden Joko Widodo terkait pemindahan ibu kota adalah pertumbuhan dan pembangunan yang lebih seimbang di seluruh wilayah Indonesia, dan juga karena kepadatan di Jabodetabek.
Kebijakan serupa juga diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan yang telah membangun sebuah pusat administrasi yang disebut Kota Sejong, untuk mengurangi kepadatan dan kemacetan di ibu kota sekaligus kota terbesar Seoul.
Sejong didirikan pada 2007 sebagai ibu kota baru Korea Selatan di wilayah Chungcheong Selatan dan provinsi Chungcheong Utara untuk menarik investasi di wilayah tengah negara itu.
Sejak 2012, pemerintah Korea Selatan telah merelokasi banyak kementerian dan lembaga ke Sejong, tetapi banyak yang masih berada di kota-kota lain, terutama Seoul dimana Majelis Nasional, Kantor Presiden, dan banyak badan pemerintah penting tetap ada.
Selain itu, pemerintah Korea Selatan juga merelokasi beberapa BUMN dan fasilitas publik ke kota-kota berskala kecil dan menengah untuk meningkatkan kapasitas kota-kota tersebut.
Persamaan pandangan itulah yang melatarbelakangi dukungan pemerintah Korea Selatan terkait rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan Timur.
Kepentingan jangka panjang
Ekonom Hisar Sirait menilai secara jangka panjang, pemindahan ibu kota negara Indonesia merupakan jawaban terbaik untuk membangun negara ini, di mana kesenjangan ekonomi bisa diperkecil atau diminimalisir apabila pemerintah berhasil menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut dia, pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa sebetulnya sebagai upaya untuk mengantisipasi bagaimana perekonomian akan berubah.
Selain itu, jika memang semua pusat bisnis dan ekonomi berada di Jakarta, maka tidak akan bisa memberikan dampak berantai terhadap provinsi-provinsi yang lain dalam jangka panjang. Dengan demikian akan selalu ada kesenjangan-kesenjangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa.
Kalimantan sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia sudah saatnya menerima manfaat dan kemajuan ekonomi melalui pemindahan ibu kota negara.
"Namun apakah pemindahan ibu kota ini urgen atau mendesak dalam jangka pendek? Saya berpandangan belum mendesak. Artinya tidak perlu buru-buru pemerintah memaksakan pemindahan ibu kota dalam waktu sekian tahun, hal ini tidak perlu sebetulnya. Biarlah dilakukan perlahan namun pasti, dan yang terpenting ialah konstruksi dalam rencana pemindahan ibu kota negara tersebut tidak berubah," kata Hisar Sirait.
Baca juga: Pemindahan Ibu kota Negara ke Kalimantan lebih kuat dengan Tap MPR
Baca juga: Pemindahan ibu kota negara ke Kaltim telah melalui kajian strategis
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019