• Beranda
  • Berita
  • KPPPA: Kekerasan dalam situasi darurat jarang dilaporkan

KPPPA: Kekerasan dalam situasi darurat jarang dilaporkan

2 September 2019 13:38 WIB
KPPPA: Kekerasan dalam situasi darurat jarang dilaporkan
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nyimas Aliah (kiri) dan Koordinator Nasional Kekerasan Berbasis Gender dalam Situasi Darurat Dana Penduduk PBB (UNFPA) Ita Fatia Nadia (kanan) dalam Seminar "Mendengar Suara Perempuan" yang diadakan di Jakarta, Senin (2/9/2019). ANTARA/Dewanto Samodro
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nyimas Aliah mengatakan kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam situasi darurat atau bencana biasanya jarang dilaporkan.

"Karena itu akan sulit bahkan tidak mungkin memperoleh ukuran yang akurat seberapa besar jumlah kasus dalam keadaan darurat," kata Nyimas dalam Seminar "Mendengar Suara Perempuan" yang diadakan di Jakarta, Senin.

Nyimas mengatakan kekerasan berbasis gender, terutama kekerasan seksual, adalah masalah serius dan mengancam keselamatan jiwa, terlepas dari ada atau tidak bukti yang lengkap dan terpercaya.
Baca juga: Komnas Perempuan: Banyak anggapan salah tentang pelecehan seksual

Menurut Nyimas, dampak kekerasan berbasis gender lebih banyak dirasakan perempuan dan anak perempuan daripada laki-laki dan anak laki-laki, meskipun laki-laki dan anak laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan berbasis gender.

"Mayoritas korban dan penyintas kekerasan seksual adalah perempuan sehingga terminologi kekerasan berbasis gender sering digunakan untuk menarasikan kekerasan terhadap perempuan," tuturnya.

Perwakilan Dana Penduduk PBB (UNFPA) Melania Hidayat perempuan tidak hanya mengalami kekerasan berbasis gender dalam situasi darurat, tetapi juga dapat mengalami ketika dalam situasi normal.
Baca juga: Perempuan bisa menolak ajakan seks oral

"Sayangnya, kasus-kasus tersebut dilanggengkan atau terus terjadi karena persepsi masyarakat atau norma yang berlaku di masyarakat tidak sensitif gender. Akibatnya, kekerasan berbasis gender dianggap sebagai suatu hal yang normal atau biasa terjadi," katanya.

Melania mengatakan meskipun zaman sudah berubah semakin milenial, tetapi masih banyak orang yang tidak sensitif gender dan kekerasan berbasis gender masih sering terjadi.

"Kekerasan berbasis gender harus dihilangkan karena melanggar hak asasi manusia," ujarnya.

Penilaian cepat kekerasan berbasis gender yang dilakukan selama November 2018 hingga Januari 2019 dalam masa darurat bencana di Sulawesi Tengah menemukan 57 kasus kekerasan berbasis gender.

"Terdapat 57 kasus penganiayaan fisik dan seksual termasuk pemerkosaan yang dilaporkan," kata Koordinator Nasional Kekerasan Berbasis Gender dalam Situasi Darurat UNFPA Ita Fatia Nadia.
Baca juga: ICMI: Pengawasan kekerasan seksual bukan hanya ranah Komnas Perempuan

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019