• Beranda
  • Berita
  • Jamkes Watch: Iuran BPJS Kesehatan pekerja formal belum dimaksimalkan

Jamkes Watch: Iuran BPJS Kesehatan pekerja formal belum dimaksimalkan

2 September 2019 18:45 WIB
Jamkes Watch: Iuran BPJS Kesehatan pekerja formal belum dimaksimalkan
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris (kiri) dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni (tengah) mengikuti rapat kerja gabungan Komisi IX dan Komisi XI di Jakarta, Senin (2/9/2019). Rapat kerja tersebut membahas tindak lanjut hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dana BPJS Kesehatan dan grand design peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama.

Pekerja formal di Indonesia ada sekitar 54,1 juta, dan yang sudah menjadi peserta baru 13,9 juta.

Direktur Eksekutif Jamkes Watch Iswan Abdullah mengatakan pemerintah belum maksimalkan iuran BPJS Kesehatan dari pekerja formal, padahal di sana ada potensi untuk menutup defisit BPJS.

"Pekerja formal di Indonesia ada sekitar 54,1 juta, dan yang sudah menjadi peserta baru 13,9 juta," kata dia di Jakarta Senin.

Dia mengatakan potensi iuran dari pekerja yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan sekitar Rp9,1 triliun pertahun.

Hal itu bisa membantu menutup defisit BPJS Kesehatan tanpa harus menaikkan iuran BPJS Kesehatan, yang nantinya akan membebani rakyat.

Baca juga: KSPI: Harus dilakukan uji publik kenaikan iuran BPJS

Baca juga: KSPI akan gelar aksi tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan


Dia mengatakan banyaknya pekerja formal yang tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan karena belum kuatnya penegakan hukum untuk menindak perusahaan-perusahaan yang tidak mendaftarkan pegawainya.

Selain itu sistem alih daya juga membuat perusahaan mengakali pengeluaran dengan tidak mendaftarkan pekerja kontraknya.

Selain memaksimalkan potensi pekerja formal, diperlukan cara lain untuk menutup defisit anggaran, diantaranya menaikkan anggaran untuk penerima bantuan iuran (PBI).

"Saat ini penerima bantuan iuran dianggarkan satu orang Rp23 ribu, padahal menurut IDI idealnya Rp33.600 per orang," kata dia.

Selain itu dia menilai APBN untuk BPJS Kesehatan tidak boleh dicicil, karena hal itu membuat BPJS Kesehatan akan mencicil membayar klaim dari rumah sakit.

BPJS Kesehatan dan Pemerintah juga harus melihat masih ada kenakalan yang dilakukan rumah sakit, seperti pembengkakan harga obat, kata dia.*

Baca juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan memberatkan masyarakat

Baca juga: Defisit Rp32,8 triliun dibalik opsi iuran BPJS naik 100 persen

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019