“Sekarang pemerintah sudah larang ekspor nikel ‘ore’, tujuannya supaya ada nilai tambah. Nilai tambah ini dampaknya besar,” katanya seusai acara sosialisasi Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) di Auditorium BPPT, Jakarta, Senin malam.
Luhut mengatakan banyak pihak menilai larangan ekspor nikel akan menghilangkan potensi hingga 600 juta dolar AS. Namun, ia meyakinkan, jika diolah terlebih dahulu di dalam negeri, nilai tambahnya bisa mencapai hingga 6 miliar dolar AS.
Baca juga: Kembangkan mobil listrik, 1 Januari 2020 tidak ada lagi ekspor nikel
“Pada ujungnya akan lebih daripada angka tersebut,” katanya.
Besarnya potensi nikel di dalam negeri, lanjut Luhut, juga seharusnya bisa dimanfaatkan Indonesia untuk menjadi pemain global dalam rantai pasok industri lithium baterai hingga industri mobil listrik.
"Dengan suplai 'chain' ada di kita, kita akan jadi pemain global dalam lithium baterai dan mobil listrik dalam lima tahun ke depan," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah hentikan ekspor nikel per 2020
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan industri dengan bahan baku yang 100 persen berasal dari dalam negeri memberikan nilai tambah yang begitu besar.
Ia bahkan menyebut industri semacam itu menempati tingkatan yang lebih tinggi dari sekadar tingginya penggunaan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
Baca juga: Luhut: larangan ekspor bijih nikel dipercepat untuk tarik investasi
“Contoh kasus yaitu yang Pak Menko Luhut dorong supaya kita membatasi ekspor nikel ‘ore’. Karena yang terjadi, nikel ore dari Indonesia diekspor ke China, oleh pabrik China diproduksi, begitu bersaing dengan perusahaan Indonesia, Indonesianya dikenakan dumping,” katanya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019