Lam, yang didukung Beijing, berbicara sehari setelah ia secara resmi mencabut RUU tersebut, yang telah menyulut protes massal dan menjerumuskan kota yang dikuasai China itu ke dalam krisis politik terbesarnya dalam beberapa dasawarsa, kata Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis.
Pemrotes dan sebagian anggota Parlemen dengan cepat menanggapi tindakan Lam sebagai terlalu kecil, sangat terlambat.
RUU tersebut, yang mestinya mengizinkan pelaku pelanggaran di kota itu dikirim ke China untuk diadili di pengadilan yang dikuasai Partai Komunis, dipandang sebagai contoh paling akhir mengenai apa yang oleh banyak warga dipandang sebagai pengendalian yang lebih ketat oleh Beijing, kendati ada janji otonomi.
Pusat keuangan Asia tersebut telah diguncang sebagian kerusuhan terburuk dalam beberapa dasawarsa --pemrotes membakar barikade dan melemparkan bom bensin sementara polisi membalas dengan menyemprotkan air, menembakkan gas air mata dan menggunakan pentungan.
Bekas koloni Inggris tersebut diserahkan kembali kepada China pada 1997 berdasarkan kesepakatan "satu negara, dua sistem", yang memberi kota dengan lebih dari tujuh juta orang warga kebebasan lebih besar daripada kota lain di China Daratan, seperti pengadilan independen.
Sumber: Reuters
Baca juga: Pemimpin Hong Kong batalkan RUU Ekstradisi
Baca juga: Pemimpin Hong Kong Carrie Lam akui China tak pernah memintanya mundur
Baca juga: Carrie Lam: Hantaman aksi protes terhadap bisnis ibarat "tsunami"
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019